Senin, 12 Desember 2016



PEMIKIRAN MODERN DUNIA ISLAM
Berikut ini adalah beberapa tokoh pemikir modern islam, yaitu:
1.   1.  Muhammad Iqbal (1877-1938)
a.       Teori Pemikiran Dinamisme Islam
Muhammad Iqbal merupakan sosok pemikir multidisiplin. Beliau dilahirkan pada tanggal 3 Dzulqaidah 1294 H/ 9 November 1877 M di Sialkot, salah satu kota tertua bersjarah di perbatasan Punjab Barat dan Kashmir. Iqbal telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap Islam demi kemajuan kaum muslimin yang tercakup dalam Dinamisme dalam Islam.
Menurut Iqbal kemunduran islam disebabkan karena adanya otoritas perundang-undangan yang secara totalitas melumpuhkan perkembangan pribadi dan menyebabkan hukum islam praktis tidak bisa bergerak sama sekali. Meskipun semua orang sunni menerima ijtihad sebagai alat perubahan dan kemajuan, namun dalam prakteknya prinsip tersebut dipagari dengan banyaknya persyaratan yang terlalu berat. Sedikit sekali mereka dapat melakukannya. Dengan demikian, maka kekuatan ijtihad yang semula dimaksudkan untuk meliberalisasikan Islam tidak bekerja dan keluwesan Islan menjadi kekakuan.
Paham dinamisme islam yang dotonjolkan inilah yang membuat iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan di India. Sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran) ini adalah dinamis. Iqbal juga menjelaskan pentingnya arti dinamika dalam hidup bahwasannya tujuan akhir manusia adalah hidup, keagungan, kekuatan dan kegairahan. Teori dinamika Iqbal ini diawali dengan kesadaran sendiri bahwa kita harus bangkit daei keterpurukan. Teori inilah yang menjadi dasar teori dinamika Iqbal.
b.      Tujuan dan karakteristik Dinamisme Islam
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemikiran dinamisme Iqbal adalah:
1.      Perubahan pemahaman terhadap alam atau kenyataan
2.      Pengungkapan beberapa prinsip-prinsip islam yang mendorong manusia bergerak dan berusaha dengan nyata
3.       Mengubah pola pemikiran manusia dari statis kearah yang dinamis
4.      Mengubah pemikiran umat Islam agar sesuai dengan perkembangan IPTEK dan falsafah modern islam
5.      Mengubah pemikiran agar mau untuk membuka pintu ijtihad, karena menurutnya pintu ijtihad tidak akan pernah tutup.
Pemahaman yang benar tentang islam, menurut iqbal menjadikan alam materi dan alam nyata bukan suatu yang keji tapi sebagai lapangan perjuangan demi personalitas. Dengan alam yang realis itu maka kepribadian menjadi kuat, dengan perjuangan dalam dunia ini akan tetap eksis dan abadi. Jadi, keabadian personalitas menurut iqbal adalah melalui perjuangan, dengan menundukkan segala rintangan bukan lari dari padanya.
2.      2. Muhammad Abduh (1849-1905)
a.       Biografi
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 M (1265 H) di desa Mahallah Nasr, suatu perkampungan agraris termasuk Mesir Hilir di provinsi Gharbiyyah. Ayahnya bernama abduh ibnu Hasan Khairillah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa turki dan ibunya Junainah binti Ustman Al Kabir, mempunyai keturunan dengan Umar bin Khattab (Khalifah kedua, Khulafaur Rasyidin).
b.      Ijtihad dan Modernisasi Pemikiran islam
Dalam berijtihad ini, Abduh menekankan hanya bagi orang-orang yang memiliki pengetahuan dan kekuatan intelektual yang diperlukan yang boleh melakukan ijtihad sedangkan orang lain hendaknya mengikuti ulama yang mereka percayai dan mengikuti ulama-ulama salaf sebelum timbulnya perpecahan-perpecahan. Untuk itu maka umat Islam dalam usaha memahami ajaran islam harus kembali kepada sumber-sumbernya yang pertama yaitu Al-Qur’an dan As Sunnah.
Menurut Abduh, kita harus menggunakan akal agar tidak taklid. Karena Abduh menempatkan akal pada posisi yang istimewa, baik dalam hubungannya dengan akidah maupun syariah. Dengan demikian dalam pandangan Abduh, meskipun keberadaan akal sangat luhur dan dapat mengetahui beberapa hal. Namun, tetap membutuhkan sesuatu selainnya sebagai sumber pengetahuan. Sesuatu itu adalah wahyu yang datang dari Tuhan. Jadi wahyu turun untuk menyempurnakan akal. Dan satu hal lain yang ditekankan Abduh berkaitan dengan ijtihad dan optimalisasi akal manusia adalah dalam hal penafsiran Al-Qur’an.
Dalam bidang Pendidikan, menurut Muhammad Abduh system pendidikan yang harus diperjuangkan adalah pendidikan yang fungsional yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan. Semua harus mempunyai dasar membaca, menulis, berhitung dan harus mendapatkan pendidikan agama. Isi dan lamanya pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi yang dikehendaki pelajar. Latar belakang lahirnya ide-ide Muhammad Abduh disebabkan oleh faktor situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan yang ada pada saat itu. Karena beliau beranggapan bahwa kejumudan pemikiran telah merasuki berbagai bidang kehidupan seperti bahasa, syari’ah, akidah, dan sistem masyarakat.
3.    3.   Asghar Ali Engineer (1939-2013)
a.       Biografi
Asghar Ali Engineer dilahirkan dalam lingkungan keluarga ulama ortodoks bohro pada tanggal 10 maret 1939 di Sulumber, Rajastan (dekat Udaipur) India. Ayahnya bernama Syeikh Qurban Husein adalah seorang penganut kuat paham syiah Ismailiyah dan pemikiran cukup terbuka untuk berdialog dengan penganut agama yang lain.
b.      Theologi Pembebasan
Gagasan theologi pembebasan Asghar Ali Engineer antara lain:
1)      Spirit Pembebasan dalam islam.
Asghar mencoba untuk merevitalisasi nilai-nilai pembebasan Islam dan merumuskan Islam sebagai Teologi Pembebasan. Upaya ini didasarkan pada dua hal. Pertama, berdasarkan pada analisis kesejahteraan pembebasan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad. Dalam hal ini keyakinan Asghar terhadap Nabi Muhammad sama dengan keyakinan penganut penganut Teologi Pembebasan di Amerika Latin terhadap yesus. Nabi Muhammad lahir untuk melakukan proses pembebasan manusia dari penindasan dan ketidakadilan.
Kedua, dari banyaknya ayat al-Qur’an yang secara eksplisit mendorong proses pembebasan seperti ayat tentang pemerdekaan budak, kesetaraan umat manusia, kesetaraan jender, kecaman atas eksploitasi dan ketidakadilan ekonomi dan lain sebagainya. Menurut asghar, ayat diatas ada yang perlu ditafsiri ulang karena tidak sesuai apabila ada pada saat ini, contohnya ayat tentang kesetaraan jender. Dalam ayat ini Asghar menggunakan pendekatan sosiohistoris sebagaimana double movement-nya Fazlur Rahman yaitu mengambil esensi dasar maksud ayat itu, kemudian dikontekstualisasikan pada problem kontemporer.
2)      Pembebasan dari Ketidaksetaraan manusia
Al-Qur’an menegaskan bahwa sesungguhnya semua umat manusia berasal dari satu keturunan yang sama. Tidak ada yang lebih mulia satu dari lainnya berdasarkan etnis, karena al-Qur’an sudah menyatakannya.
3)      Pembebasan dari Ketidakadilan Jender
Pada zaman Nabi, untuk pertama kalinya perempuan arab mendapatkan banyak hak yang sebelumnya tak terbayangkan. Karena, pada masa itu perempuan dalam masa sub-ordinat yang sangat lemah. Padahal, islam juga memberikan hak yang sama bagi perempuan yaitu untuk mendapatkan hak pendidikan, berpolitik, hak untuk memimpin, bekerja dan hak untuk terlibat aktif dalam urusan publik. Untuk itu, pada sisi lain Asghar mengkritik Negara-negara yang mengatasnamakan Islam melakukan pengekangan terhadap hak-hak perempuan.


4)      Pembebasan Ketidakadilan Ekonomi
Ketidakadilan ekonomi adalah persoalan yang paling banyak disinggung oleh Asghar Ali. Dalam Al-Qur’an, kata kunci keadilan adalah ‘adl dan qist. Adl dalam bahasa arab mengandung arti persamaan atau kesetaraan. Sedangkan qist artinya jarak yang merata, kejujuran dan kewajaran.
4.    4.  Sayyed HosseinNasr (1933)
a.       Biografi
Sayyed Hosein Nasr adalah salah seorang pemikir kontemporer Islam terkemuka di Amerika yang namanya telah diabadikan dalam serial The Living Philosepher. Beliau lahir pada tanggal 17 april 1933 di Teheran Iran, dari keluarga Ahli bait yang terpelajar. Ibunya terdidik dalam keluarga ulama, sedangkan ayahnya, Seyyed Waliyullah Nasr adalah seorang dokter dan pendidik pada dinasti Qajar yang diangkat sebagai pejabat tingkat menteri pada masa Reza Pahlevi.
b.      Pemikiran Sayyed Hossein Nasr
1)      Tradisionalisme
Tradisi bisa berarti ad-Din dalam pengertian yang seluas-luasnya, yang mencakup semua aspek agama dan percabangannya, bisa pula disebut as-sunnah, yaitu apa yang sudah menjadi tradisi sebagaimana kata ininumumnya dipahami, bisa juga diartikan as-silsilah, yaitu rantai yang mengaitkan setiap periode.
Signifikansi Islam tradisional dapat pula dipahami dalam sinaran sikapnya terhadap fase Islam. Islam Tradisional menerima al-Qur’an sebagai kalam Tuhan baik kandungan maupun bentuknya, sebagai persoalan duniawi abadi Kalam Tuhan yang tak tercipta dan tanpa asal-usul temporal. Islam tradisional juga menerima komentar-komentar tradisional atas al-Qur’an yang berkisar dari komentar-komentar yang linguistik dan historikal hingga yang sapiental dan metafisikal. Dalam kenyataan, Islam Tradisional menginterpretasikan bacaan suci tersebut bukan berdasarkan makna literal dan eksternal kata-kata melainkan berdasarkan tradisi hermeneutika.
Fungsi kesalehan manusia selalu tidak dapat dipisahkan dari realitas, dari apa dia sesungguhnya. Inilah mengapa ajaran tradisional menggambarkan kebahagiaan manusia didalam kesadaran dan kehidupannya menurut alam pontifikalnya, seperti jembatan antar surga dan bumi.
Mengenai metafisika, Nasr berpendapat bahwa metafisika merupakan pengetahuan yang real. Ia menjelaskan asal-usul dan tujuan semua realitas, tentang yang absolut dan relatif. Oleh karena itu, Nasr mengusulkan jika manusia ingin tinggal didunia lebih lama, maka prinsip-prinsip metafisika harus dihidupkan kembali.
2)      Kritik terhadap Modernitas
Satu hal yang dianggap sebagai kegagalan peradaban modern yang paling fatal ialah percobaan manusia untuk hidup dan menafikan keberadaan Tuhan dan agama. Suatu hal yang tentu sangat bertentangan dengan fitrah manusia yang dalam hatinya memiliki potensi ilahiyah, dan pasti akan selalu yang bersifat transenden yaitu Tuhan. Hal ini mengingatkan kita pada penegasan al-Qur’an dalam surat Thaha ayat 124, yang artinya:
Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya kehidupan yang sempit dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Dengan hilangnya batasan-batasan yang dianggap dan diyakini sebagai sakral dan absolut, manusia modern lalu melingkar-lingkar dalam dunia yang relatif, terutama sistem nilai dan moralitas yang dibangunnya. Nasr berkeyakinan bahwa akal dapat mendekatkan manusia kepada Tuhan apabila akal itu sehat dan utuh (salim) dan hanya petunjuk Tuhan yang menjadi bukti yang paling meyakinkan dari pengetahuan-Nya yang dapat menjamin keutuhan dan kesehatan akal, sehingga akal dapat berfungsi dengan baik dan tidak terbutakan oleh nafsu keduniawian.
Yang harus kita lakukan sekarang adalah menguasahakan agar bagaimana iman, ilmu, dan teknologi senantiasa selalu berjalan beriringan. Dan yang menjadi tugas kita sekarang adalah bagaimana agar kita dapat mengangkat kembali dan mengembalikan posisi kemanusiaan dalam tempat semula yang lebih baik. Manusia bukan hanya sebatas makhluk yang mengandalkan kemampuan indera dan akal, tetapi lebih dari itu ia adalah mahluk Tuhan yang mengemban amanat dari Tuhannya untuk menjadi pemimpin dan pengelola segala potensi yang ada di dunia ini, untuk kemudian dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan.
3)      Pembaharuan ke Arah Islam Tradisi
Meskipun Nasr adalah intelektual yang berpihak pada tradisi, Nasr tetap menyerukan gerakan pembaharuan dalam Islam (tajdid). Akan tetapi perlu digaris bawahi disini bahwa tajdid secara bahasa berarti “Pembaruan, modernisasi” diartikan sebagai upaya mengembalikan pemahaman agama kepada kondisi semula sebagaimana masa nabi. Semangat pembaharuan (tajdid) ini merupakan cita-cita Nasr untuk mengembalikan Islam pada kedudukannya semula yang sekarang ini sudah banyak terkontaminasi modernisasi barat yang sekuler dn meninggalkan nilai-nilai Illahiyah dan Insaniah.

5.  5.    Mustafa Kemal Ataturk (1881-1938)
a.       Biografi Singkat
Tokoh utama gerakan msionalisme Turki adalah Mustafa Kemal Attaturk. Beliau bukan satu-satunya pemikir yang melahirkan ideologi nasionalisme turki. Kemal sendriri mendapat inspirasi dari para tokoh sebelumnya yang merupakan produk yang merupakan produk dari kebijakan reorganisasi yang dirancang oleh Sultan Mahmud II.
Kelompok nasionalisme Turki menjulukinya sebagai Attaturk (bapak turki) pada tahun 1934. Beliau lahir di salomika, suatu kota yang kini menjadi salah satu kota besar di Yunani pada tahun 1881, dan beliau meninggal dunia pada tahun 1938 di Istanbul. Ayahnya bernama Ali Reza, seorang pegawai pada salah satu kantor pemerintah. Sedangkan ibunya bernama Zubaede Khanin, seorang wanita yang tekun beribadah.
b.      Sekularisme
Secara etimologis sekularisme berasal dari kata Saeculum (bahasa latin) yang mempunyai arti dengan konotasi waktu dan lokasi: waktu menunjukkan pada pengertian “sekarang” atau “kini” sedangkan lokasi menunjuk kepada  pengertian “dunia” atau “duniawi”. Sekularisme juga bisa diartikan dengan fashluddin anil haya artinya memisahkan peran agama dari kehidupan.
Sekularisme Mustafa Kemal ada tiga, yaitu:
1)      Politik
Bagi Kemal Attaturk, kedaulatan harus berada ditangan rakyat. Hal ini tidak sejalan dengan fatwa politik tradisional di Turki yang memandang bahwa kedaulatan itu terletak ditangan Tuhan yang dijalankan oleh Sultan. Ide Mustafa Kemal ini diterima oleh Majelis Agung Nasional pada tahun 1920. Beliau mengusulkan aga ada 2 fungsi yang dipegang oleh Sultan Turki, yakni fungsi spiritual dan fungsi temporal dipisahkan. Dalam hal ini beliau mengusulkan agar jabatan sultan dengan kekuasaan temporl yang ada padanya dihapuskan untuk menghindari adanya dualisme pada kekuasaan eksekutif dan yang dipertahankan adalah jabatan Khalifah dengan kekuasaan spiritualnya.
Pembaruan berikutnya adalah penghapusan jabatan khalifah. Dalam sidang majelis perdebatan cukup sengit, tetapi pada akhirnya pada tanggal 3 maret 1924, diputuskan penghapusan khalifah. Dengan demikian, gambaran bahwa di republik Turki ada dualisme terhapus, tetapi sesungguhnya demikian kedaulatan rakyat belum punya gambaran yang jelas, karena dengan konstitusi agama negara adalah Islam, artinya kedaulatan bukan ditangan rakyat tetapi ditangan syariat.
Usaha Mustafa Kemal selanjutnya adalah memasukkan prinsip sekularisme dalam konstitusi pada tahun 1928. Negara tidak ada lagi hubungan dengan agama. Pada tahun 1937, barulah Republik Turki dengan resmi menjadi negara sekuler, namun sebelum resmi menjadi negara sekuler, Kemal telah mulai menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan.
2)      Pendidikan dan Kebudayaan
Bidang pendidikan dan kebudayaan merupakan bidang yang cukup esensial dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, upaya-upaya pembaruan yang dilancarkan oleh para pembaru, tidak terkecuali Mustafa kemal dan pendukungnya di Turki tidak melepaskan diri dari bidang tersebut.
Pada tahun 1923, Mustafa Kemal atas nama pemerintah, memerintahkan untuk membangun suatu lembaga studi Islam yang diberi tugas mengkaji filsafat islam dalam hubugannya dengan filsafat barat, kondisi praktis, ritual, ekonomi, penduduk muslim. Tujuan lain lembaga tersebut adalah mendidik dan mencetak serta membentuk mujtahid modern yang mampu menafsirkan al-Qur’an, agar umat Islam Turki memperluas wawasanya lewat pemahaman agama secara lebih terbuka dan lebih rasional.
Pembaruan selanjutnya adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan agama kedalam kementerian pendidikan pada tahun 1924. Karen, pendidikan yang diinginkan oleh Mustafa kemal dan para pendukungnya adalah pendidikan yang bebas dari pengaruh-pengaruh tradisional.
3)      Kemasyarakatan
Yang menjadi penyebab mundurnya Turki adalah terutama karena terlalu kuatnya masyarakat Turki berpegang pada syariat Islam, padahal syariat yang dipegangi tersebut sebenarnya tidak lebih dari pada syariat yang sudah ternoda oleh budaya arab yang telah usang dan tidak cocok dengan bumi Turki dan zaman yang sudah cukup maju.
Kemudian Mustafa kemal memerintahkan agar bahasa turki dipakai pada mimbar-mimbar masjid khotbah-khptbah jum’at, pada adzan untuk sholat dan Al-qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Turki. Selanjutnya, beliau berupaya menghilangkan semua simbol-simbol dan upacara-upacara baik adat maupun keagamaan yang mencerminkan tradisionalan. Hal ini untuk menunjukkan kepada dunia terutama bagian barat bahwa negara Turki adalah negara yang maju dan berbudaya.
6. FAZLURRAHMAN ( 1919 – 1988 )
                               Fazlurrahman adalah seorang pembahru islam yakni maksudnya ialah pembaharuan dalam hukum islam,ia termasuk golongan Neomodernis yaitu koreksi atas gerakan-gerakan sebelumnya atau golongan yang menjembatani antara arus modernisme dan tradisionalisme.Sikap modernis menentang pemikiran tradisionalis telah mengurangi inspirasi-insoirasi intelektual yang merupakan landasan pembentukan islam historis,akan tetapi kaum tradisionalis juga terlalu apriori terhadap ide-ide baru serta terlalu berorientasi kepada masa lampau.Neomodernisme Fazzlurrahman mengembangkan sikap kritisnya terhadap barat maupun warisan-warisan kesejarahan sendiri,jika keduanya dikaji secara objektif maka tugas utama yang paling mendasar adalah mengembangkan suatu metodologi yang tepat dan logis untuk mempelajari al-qur’an guna mendapatkan petunjuk – nya.
Pembaharuan hukum islam yang dilakukan oleh Fazzlurrahman adalah dengan reformasi hukum islam yaitu perubahan hukum islam yang tidak hanya pada tataran penetapan hukum akan tetapi juga dalam perubahan hukum pada tataran pengambilan hukum,contoh :pada kasus riba pada jaman Nabi dengan bunga bank,unsur-unsur motif fungsi dan latar belakang sosiologi yang mengitari keduanya sebagai sebuah sistem yang menjadikan kasus ini berbeda,dalam penetapan hukum yang didasari peranan akal,nalar dan ijtihad amat diperlukan ketimbang sekedar pengambilan hukum.
Fazzlurrahman juga membangun kosep ijtihad yang khas dan merumuskan metodiknya yang khas pula,metodiknya yang khas itu dikmenal sebagai Metodologi Double Movement.Metode ini memuat dua gerakan yakni :
Gerakan pertama : berangkat dari situasi sekarang menuju ke masa kini atau proses metode penafsiran.
Gerakan kedua : kembali lagi yakni dari situasi masa al-qur’an diturunkan menuju ke masa kini  atau ajaran – ajaran yang bersifat umum dibutuhkan dalam konteks sosio historis yang konkrit pada masa sekarang.
Inti dari pemikiran diatas adalah merumuskan visi etika al-qur’an yang utuh sebagai prinsip umum kemudian menerapkan prinsip umum tersebut dalam kasus-kasus khusus yang muncul pada situasi sekarang.
7. Mohammed Arkoun (1928-2010)
a. Biografi Singkat
Mohammed Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 di Taourito Mimoun, daerah Barber. Pendidikanya dimulai pada sekolah dasar di desa asalnya, kemudian belajar sekolah menegah di kota pelabuhan Orang. Kemudian Arkoun melanjutkan studynya bahasa arab dan sastra arab di UniversitasAljir. Pada tahun 1954-1962 terjadi perang kemerdekaan Aljazair dari perancis, Arkoun melanjutkan study tentang bahasa Arab dan satra di Universitas Sorbonne. Pada tahun 1961, Arkoun diangkat sebagai dosen Di Universitas Sorbonne. Selain mengajar, Arkoun juga mengikuti berbagai kegiatan ilmiah dan menduduki jabatan penting di dunia akademis masyarakat.
b. Kritik nalar islam
Modernitas dan segala masalah yang ditimbulkanya sehingga membuat seorang Mohammed Arkoun menjadi gelisah. Modernitas menjadi tema besar dan pemayung seluruh ide Arkoun dan menjadi seluruh wilayah yang ingin ia jelajahi lewat sejumlah tulisan. Karena menurut Arkoun ada umat islam yang tertindas bukan hanya secara militer saja namun juga secara intelektual dan budaya, dengan suatu pemikiran yang bernalar “abad pertengahan” yang lamban, rumpang dan lemah. Arkoun tidak menolak keselurahan modernisasi namun ia ingin memadukan unsur yang paling mulia dalam pemikiran islam dengan unsur yang paling berharga dalam pemikiran barat. Barat memang mengagumkan tapi tidak berarti memarjinalkan islam begitu saja. Modernitas yang ingin dikejar Arkoun adalah sikap kritis dan rasional.
Kritik yang dimasud oleh Arkoun adalah penelitian mengenai syarat-syarat kesahihan atau penelitian tentang dasar dan batas pemikiran. Nalar islami, objek kritik Arkoun. Daerah yang tak terfikir dalam tubuh manusia terus saja melebar, terlebih ketika umat islam terus saja melebar, terlebih ketika umat islam harus menghadapi tantangan dunia lain, yakni moderinitas barat yang kini menjadi hagemini didunia. Arkoun juga meminjam teori yang dikembangkan oleh Derrida. Yang sering dirujuk Arkoun adalah dekontruksi atau pembongkaran. Dengan pembongkaran itu ia berusaha menemukan kembali makna yang hilang atau tercipta karena sebagai proses pembekuan yang menimpa pemikiran islam.
Dekontruksi
Dalam pemikiran Arkoun tentang dekontruksi ini mengadopsi dari Derrida. Menurut teori dekontruksi teks (termasuk teks agama) merupakan symbol yang tidak mengandung makna utuh tapi menjadi arena pergulatan yang terbuka. Dekontruksi pertama-tama dialamatkan kepada konsep wahyu yang berlanjut kepada fenomena tradisi islam dan konsep-konsep pokok lain yang berkaitan dengannya. Arkoun menyebut bahwa fikih, tasawuf, ilmu tafsir merupakan produk sejarah yang bersifat relative. Dalam hal ini otoritas ulama juga ikut terbongkar. Sebuah subjek ilmu tidak memiliki nilai ilmu ketika otoritasnya dijatuhkan. Dengan kata lain bahwa kebenaran tentang wahyu itu berada diluar jangkuan manusia.
Kritik Historis – Antropologis
Kritik ini menggunakan pendekatan Arkeologis Michel Foucault yaitu sebuah pendekatan penelusuran sejarah. Ilmu yang diyakini harus rela disebut relative karena bagian dari sejarah. Menurut Arkoun tiap-tiap zaman mempunyai perbedaan dalam pengandaian-pengandaian, cara-cara atau pendekatan-pendekatan yang digunakan. Pemikirandari islam turats-turats islam tidak ada yang final. Sebab, setiap diskursus ditentukan oleh suatu apriori historis, yaitu bahwa setiap zaman mempunyai suatu ”pemikiran” yang menjuruskan cara mempratikkan ilmu pengetahuan pada zaman tersebut. Bahkan Foucalt meragukan kemungkinan suatu penciptaan totalitas. Foucalt juga menyatakan bahwa kebenaran dan kekuasaan memilki relasi. Arkoun menerapkan Arkeologi pengetahuan Foucault untuk mengomentari system pemikiran islam yang tertutup oleh korpus-korpus para ulama.
 



8. MUKTI ALI (1923-2004)
A.    Dasar Pemikiran Mukti Ali
Dalam rangka membangun toleransi beragama banyak sekali tantangan yang dihadapi, salah satunya kerukunan beragama. Kerukunan Beragama merupakan isu penting yang sulit ditanggulangi dan bersifat sensitive. Pada masa orde baru banyak sekali kasus konflik yang terjadi di Indonesia, khusunya anatar umat islamdan Kristen yang pada akhir tahun 1967 menimbulkan konflik dan kekerasan pada banyak tempat diwilayah Indonesia.
            Pada masa orde barus setelah pemilu 11 September 1971 A.Mukti Ali dilantik menjadi menteri agama, tepat setelah satu tahun pemilu pertama orde baru, 28 maret 1973, ia di tetapkan kembali sebagai menteri agama didalam kabinet pembangunan. Sebagai pejabat yang menduduki kursi kementrian, mukti ali mampu mengimplementasikan pemikiranya mengenai banyak persoalan agama yang terjadi pada saat itu.
            Bersamaan dengan itu kebijakan untuk membangkitkan pembangunan melalui kehidupan beragama diperbaiki dengan menumbuhkan keharmonisan hubungan antra umat beragama, lebih khususnya antara umat beragama islam dengan Kristen. Berdasarkan tujuan agar menciptakan dan memelihara kerukunan serta toleransi umat beragama, pemeritah juga memfalisitasi untuk mendirikan majelis-majelis untuk pemimpin agama yang diakui secara resmi di Indonesia.
            Namun tidak hanya melalui majelis-majelis saja yang dicapai guna memelihara kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Akan tetapi terdapat upaya lain yang dicapai dan menjadi dasar pemikiran mukti ali. Upaya ini yaitu diadakan dialog antar agama, didalam tulisan ali mengenai perbandingan agama terdapat dialog antar agama yang menjadikanya satu dari founding fathers dalam ilmu perbandingan agama diindonesia.
B.     Metodologi Studi Islam  
Metode adalah suatu ilmu yang memeberi pengajaran tentang system dan langkah yang harus ditempuh dalam mencapai suatu penyelidikan keilmuan. Dalam berbagai penelitian ilmiah langkah-langkah pasti harus ditempuh agar kelogisan penelitian ilmiah benar-benar nyata dan dapat dipercaya semua masyarakat. Yang menjadi primadona masyarakat islam adalah ilmu teologi (kalam) sehingga setiap masalah yang dihadapi selalu dilihat dari paradigm teologi. Lebih dari itu teologi yang dipelajarinya hanya berpusat pada paham Asy’ari dan sunni. Paham lain dianggap sesat, akibatnya tidak terjadi dialog, keterbukaan, dan saling menghargai.
Proses pengajaran islam hingga saat inibelum tersusun secara sistematis dan belum disampaikan secara prinsip, pendekatan dan metode yang direncanakan dengan baik. Namun untuk kepentingan akademis, membuat islam lebih responsive dan fungsional dalam memanu perjalanan umat islam diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman islam yang utuh dan kompeherensif.
Begitu pentingnya peranan metode pemahaman ajaran islam dalam kemajuan dan kemunduran pertumbuhan ilmu. Mukti ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi adalah metode yang digunakan. Metode studi ilmu keislaman diharapkan dapat melahirkan suatu komunitas yang mempu melakukan perbaikan intern dan ekstern. Secara intern komunikasi itu dapat diarapkan dapat mempertemukan dan mencari jalan keluar dari konflik intra agama. Secara ekstern studi islam diharapkan dapat melahirkan suatu masyarakat yang siap hidup toleran dalam pluralism agama. Pada segi normative studi islam bersifat memihak, romantic, apologis, dan subjektif. Jika dilihat dari segi histori islam tampak sebagai disiplin ilmu.
Selanjutnya ada pula yang disebut dengan sains islam. Menurut husssein nasr, sains islam adalah sains yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua. Sains islam mencakup berbagai pengetahuan modern seperti kedokteran, astronomi, matematika, fisika dan sebagainya.
Dari ketiga kategori ilmu keislaman tersebut mka muncullah apa yang dikenal dengan MI, MTS,MA dan Institusi Agama Islam yang didalamnya diajarkan studi islam yang meliputi Tafsir, Hadis, Teologi, Filsafat, Tasawauf, Hokum Islam, Sejarah Kebudayaan Islam, Dan Pendidikan Agama Islam.
  1. Metode Studi Islam Mukti Ali
Dalam mempelajari studi agama, Mukti Ali memilki beberapa metode, diantaranya:
1.      Pendekatan Sosio-Histori
Pendekatan ini merupakan perpaduan antara aspek sosiologi dan sejarah yang melekat di dalam penggunaanya. Dalam hal ini mukti ali melihat aspek social dalam suatu masyarakat sangat penting untuk digunakan didalam pendekatan studi islam.  Sedangkan aspek histori digunaka mukti ali untuk melihat suatu fenomena berdasarkan sisi sejarahnya.
Penerapan dalam studi islam mukti ali mengatakan bahwa asbabul nuzul adalah sebuah kesatuan yang mutlak bagi sebuah studi Al-Qur’an untuk memahami secara mendalam selaian itu juga ada asababul wurud (hadis). Yang keduanya digunakan sebagai metode dalam studi islam. Menurut mukti ali bahwa dalam memahami ajaran islam kita harus terlebih dahulu memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai landasan hokum di dalam ajaran islam.
2.      Pendekatan Tipologi
Dalam memahami studi islam mukti ali menawarkan pendekatan tipologi yang berisi lima aspek dalam mengidentifikasinya.
a.       Aspek Ketuhanan
b.      Aspek Kitab Suci
c.       Aspek Kenabian
d.      Aspek Kondisi Kejayaan Nabi
e.       Aspek Orang-Orang Terkemuka
3.      Pendekatan Scientific Cum Doktrine
Pendekatan ini terdiri dari dua aspek penting yaitu scientific yang berarti bersifat ilmiah dan doctrine adalah suatu ajaran atau doktrin. Dalam pendekatan ini mukti ali ingin menerapkan metode ilmiah yang disatukan dengan doktrin dalam suatu agama, khususnya agama islam.
Pendekatan ini dinialai revolusioner karena mukti ali berusaha merubah perspektif yang telah lama terbangun didalam ajaran ulama-ulama terdahulu yang hanya memahami ajaran agama dari segi doktrin dagma saja.


9. HARUN NASUTION (1919-1998)
A.    PENGANTAR
Harun Nasution adalah seorang intelektual muslim yang sangat rasionalis, sehingga dengan faham rasionalnya itu ia berusaha bagaimana bisa membawa umat islam di Indonesia ke arah Rasionalitas, bagaimana agar dikalangan umat islam Indonesia itu tumbuh pengakuan atas kapasitas manusia kadariyah, tidak terlalu didominasi oleh paham Asyarisme yang sangat Jabariyah (terlalu menyerah pada takdir), dan kurang menghargai kapasitas akal (rasio), untuk melakukan ikhtiar dalam perubahan nasib.
Islam pernah Berjaya dalam masanya. Kejayaan tersebut diperoleh karena para ulama mengedepankan akal dalam membaca segala sesuatu tanpa mengesampingkan Al-Quran dan Hadis. Oleh karena itu, sangat penting bagi umat islam untuk mengkaji kembali mengenai gagasan-gagasan tokoh yang memangdang islam sebagai agama yang dinamis. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkaya khasanah pengetahuan para intelektual muslim dan untuk menjawab berbagai tantangan dalam dunia global yang telah dan akan dihadapi umat islam.
B.     HIDUP DAN KARYA
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 23 September 1919. Ia merupakan putra ke-4 dari Abdul Jabbar Ahmad, Ulama dan pedagang, menjadi Kadi dan penghulu di Pematang Siantar. Ibunya seorang keturunan Ulama Mandailing, Tapanuli Selatan , pernah bermukim di Makkah tahun 1943.
Pendidikannya dimulai pada sekolah Belanda HIS, lalu melanjutkan ke Moderne Islamietische Kweek-school (MIK), sikap keagamaannya mulai nampak berbeda dengan sikap keberagamaan yang dijalankan orangtuanya, termasuk lingkungannya. Sikapnya yang rasional berbeda dengan orangtuanya yang tradisional. Setelah MIK selesai, Harun melanjutkan studinya ke Saudi Arabia, kemudian Universitas Al-Azhar Mesir fakultas Ushuluddin. Karena ketidakpuasannya beliau pindah ke Universitas Amerika di Kairo. Karena itu beliau mendalami ilmu pendidikan dan ilmu social.
Beliau memulai karirnya dengan menjabat sekretaris Kedubes Indonesia di Brussel. Namun tidak lama kemudian beliau undur diri dan kembali ke Mesir, kemudian melanjutkan studi di Universitas McGill Kanada, dan disinilah Harun menemukan apa yang diinginkannya, dan memperoleh pandangan Islam yang luas. Beliau mendapatkan gelar Ph.D dengan desertasinya yang berjudul “Posisi Akal dalam Pemikiran Teologi Muhammad Abduh”. Dengan kajian desertasinya tersebut maka tak heran banyak yang beranggapan bahwa Harun adalah seorang neo-mu’tazilah karena corak fikirnya begitu kental dengan pemikiran Muhammad Abduh.
Berikut karya-karya beliau dalam bentuk buku :
-          Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah.
-          Islam Rasional; gagasan dan pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution.
-          Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya.
-          Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
-          Filsafat dan Mistisme dalam Islam.
C.    ISLAM RASIONAL
Pemikiran rasional agais dalam pendekatannya terhadap Islam diusahakan sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolute tersebut (Al-qur’an dan hadis). Berbeda dengan pemikiran tradisional, peran akal tidak begitu menentukan dan memahami ajaran Qur’an dan hadis tetapi juga pada ajaran hasil ijtihad ulama jaman klasik yang jumlahnya sangat banyak.
Menurut Harun, perbedaan pemikiran rasional adalah kebebasan berfikir dalam memahami ajaran terikat pada arti lafdzi dari teks Al-Qur’an dan Hadis dengan akal sebagai posisi tertinggi. Sedangkan pemikiran tradisional, pemikiran yang terikat pada ijihad ulama jaman klasik yang jumlahnya sangat banyak sehingga sulit menyesuaikan dengan perkembangan modern.
Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan oleh wahyu sendiri, hal itu terbukti dari banyaknya kata-kata yang dipakai dalam Al-Quran untuk menggambarkan perbuatan berfikir. Oleh karena itu, tidak heran bahwa agama Islam adalah agama rasio.
Harun Nasution mengupas Islam lewat pandangannya yang terangkum dalam empat pandangan yang dapat menjadi landasan pembaharuan Islam :
a.       Agama Rasional Landasan Pandangan Dunia dan Moral Islam.
Agama adalah suatu system makredo “tata keimanan” atau keyakinan adanya suatu yang mutlak diluar manusia.
Rasionalisme Islam yang tergambar dalam Al-Qur’an dan Hadis mencakup aspek ibadah dan muamalah tentang aspek ibadah dalam Islam sebenarnya merupakan latian spiritual dan moral dalam usaha membina manusia agar tidak kehilangan keseimbangan hidup dan agar manusia berbudi pekerti luhur.
Demikian bahwa ajaran yang tersiratdari aktifitas ibadah adalah pendidikan moral hal itu karena salah satu tujuan agama Islam adalah membina manusia yang berakhlaq baik dan berbudi pekerti luhur. Moral yang berjiwa Al-Qur’an dan Hadis membentuk sikap mental yang  baik, karena itu kunci harmonisasi manusia seutuhnya.
b.      Teologi Rasioanal Landasan Pembaharuan dan Pembangunan Umat.
Obsesi harun ingin melihat umat Islam Indonesia maju, bahkan keseluruhan muslim di dunia. Kemajuan akan tercapai bila pemikiran umat Islam juga maju dan pemikiran maju tersebut bertitik tolak pada pandangan teologinya. Pandangan teologi raisonal yang menurut Harun sangat cocok dengan perkembangan dan tantangan kemajuan. Sedangkan pandangan tradisional dapat menghambat kemajuan umat Islam. Untuk pandangan teologi rasioanal Harun merujuk kepada tradisi pemikiran teologi Mu’tazilah dan pemikiran pembaharu lainnya. Teologi Mu’tazilah dengan faham Qodariah yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk berfikir dan bertindak. Sedangkan teologi tradisioanal merujuk kepada teologi Asy’ariyah dengan faham Jabariyah yang berarti faham yang berpandangan nasib manusia dalam segala bentuknya didunia dan di akhirat memang sudah ditentukan oleh Tuhan.
c.       Masyarakat Rasional Landasan Aspirasi Politik dan Hubungan antar Agama.
Dalam usahanya menciptakan masyarakat rasional yang baik, dimulai membentuk manusia yang terdidik moralnya, hal ini merupakan langkah dasar hingga terciptanya masyarakat yang damai dan harminis dalam menjalani pengabdiannya kepada Allah.
Prinsip-prinsip yang dipakai dalam mewujudkan masyarakat yang dimaksud adalah 1) pemerintahan yang adil dan demokratis
2) organisasi pemerintahan yang dinamis 3) kedaulatan.
Aspek politik sangat kental sekali dalam pembangunan umat. Dalam menciptakan stabilitas politik salah satu usahanya adalah menjaga hubungan antar agama. Menurut Harun, hal yang dapat diupayakan adalah membentuk lembaga antar agama yang tujuannya antara lain ; 1) berusaha bersama menyelesaikan problem social dalam masyarakat, 2) memberikan bimbingan keagamaan kepada masyarakat, 3) bersama memperkokoh kedudukan agama yang telah mulai goyah dalam masyarakat modern.
d.      Budaya Rasional Landasan Perkembangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
         Bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam dikenal kuat dalam budaya dan tradisi, hal yang berlawanan dengan ajaran agama Islam tidak dapat diterima oleh masyarakat. Sebuah kenyataan yang tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa peradaban yang di bangun Islam adalah peradaban ilmu.
         Salah satu kritik tajam yang dialamatkan kepada kondisi pendidikan Islam adalah dominasi indoktrinasi yang cenderung menolong serta menonjolkan sikap taqlid yang pasif sehingga mengabaikan aspek rasionalitas serta kritis dalam prosesnya. Sebagai perlawanan daripada itu, paling tidak ada 3 perubahan system pendidikan yang diupayakan.
Pertama, merubah system kuliah yang selama ini dinilai feudal menjadi suatu yang humanis dengan menggunakan metode diskusi atau seminar. Kedua, merubah dari budaya lisan menjadi budaya tulisan. Ketiga, memperkenalkan pendekatan pemahaman Islam secara utuh dan universal.
         Dominasi pendekatan fiqh oriented selama ini, dalam system pengkajian Islam agak mandek. Demikian juga tasawuf, dan dalam bidang kajian Islam yang lain. Dengan begitu besarnya peran pendidikan maka tak ayal salah satu wadah membentuk massyarakat yang rasional adalah dengan pendidikan. Dengan pendidikan dan pengajaran budaya tradisional seperti menitikberatkan pada hafalan dig anti menjadi system diskusi dan seminar yang memungkinkan terjadinya dialog, sikap kritis, dan terbuka terhadap pemikiran yang diformulasikan oleh para pemikir dan intelektual Islam baik klasik maupun kontenporer.


10. NURCHOLISH MADJID
A.    Pengantar
Nurcholish Madjid lahir di Mojoanyar, Jombang pada tanggal 17 Maret 1939. Nurcholish Madjid adalah seorang tokoh pembaharu yang banyak ditentang oleh kalangan-kalangan tradisionalis. Gagasan tentang pembaharuan pesantren adalah merupakan bagian dari cita-cita modernisasinya.
B.     Islam Kontemporer
Cara berpikir beliau jika ditelaah dari pemikirannya, ia termasuk dalam kelompok neo-modernisme. Pemikirannya dapat dipetakan dalam konstruksi kesatuan gagasan tentang keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Corak pemikirannya adalah dialektika antara nilai universal dari sebuah ajaran Islam dengan nilai-nilai asli budaya Indonesia dan nilai-nilai kemodernan.
Pemikirannya diwilayah ini dilatarbelakangi oleh keinginnya memperlihatkan bahwa Islam tidak hanya bertentangan dengan isu-isu modernitas, tetapi juga memandang nilai-nilai yang mendukung modernisasi itu sendiri.
C.     Theologi
Gagasan theologi pemikiran teologis Nurcholish Madjid, pemikiran teologi Islam, antara lain penjelasannya tentanng sikap pasrah terhadap Tuhan yang Maha Esa.
D.    Islam Agama Universal
Nurcholish Madjid banyak mengutip pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah, yamg memang banyak memberikan penjelasan inklusivisme dan universalisme Islam. Al-Islam ialah persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang mencakup (pengertian0 ibadah kepada Allahsaja dan meninggalkan ibadat kepada yang lain.
Tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama disisi Allah ialah al Islam. Pandangan Ibnu Taimiyah bahwa pengertian Islam dalam ayat tersebut adalah “Islam Umum” yang juga merupakan agama semua nabi dan rasul yang diutus. Maka menurut Nurcholish Madjid, pandangan tersebut menunjukkan universalisme dan kosmopolitanisme Islam sekaligus memberikan pengakuan bahwa Islam berlaku sepanjang waktu dan tempat.
E.     Pluralisme
Sistem nilai prular adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak mungkin berubah diubah dan diakhiri.
Nurcholish Madjid memberi penegasan bahwa pluralisme dalam pandangan Islam memiliki dasar keagamaan yangkuat dalam kitab suci.


11. ABDURRAHMAN WAHID (1940-2009)
                            Abdurrahman Wahid yang biasa dikenal sebagai Gus Dur sering dianggap orang nyelneh (aneh). Sosoknya sering berbeda pendapat dengan orang pada umumnya. Dia selalu membela orang-orang minoritas meski akibatnya ia sendiri mendapat hujatan dari orang banyak.  Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa nama KH. Abdurrahman Wahid yang akrab dengan panggilan Gus Dur ini namanya adalah Abdurrahman Ad-Dahkil (sang pendobrak). KH. Abdurrahman Wahid merupakan cucu dari pendiri organisasi Nahdlatul Ulama’ yakni KH. Hasyim Asy’ari.
                            KH. Abdurrahman Wahid dilahirkan pada tanggal 7 September 1940 di Denanyar Jombang, dan meninggal pada tanggal 30 Desember 2009. Ia merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Gus Dur lahir dari keluarga pesantren karismatik, ayah beliau KH. Abdul Hasyim yang merupakan putera dari tokoh terkenal KH. Hasyim Asy’ari. Sedangkan ibunya Ny. Hj. Soleha yang merupakan puteri KH. Bishri Syansuri salah satu pendiri NU.
                            Beliau merupakan tokoh fenomenal baik di lingkungan pesantren, masyarakat Nahdliyin, masyarakat luas di negeri ini. Pergaulannya cukup komplek tanpa batas perbedaan agama, suku, maupun etnis. Realitas ini diakui  tidak bisa dipisahkan dari bimbingan kedua orang tua beliau yang cukup komplek pergaulannya meskipun hidup dalam tradisi pesantren. Meski demikian, hasanah keilmuan sangatlah luas, meski berada dalam tradisi pesantren beliau dikenal sangat inklusif, itu bisa disebabkan karena kompleksnya keilmuan beliau sehingga kebanyakan orang tidak memahami pola pemikiran beliau karena kecenderungan beliau memegang prinsip-prinsip berfikir pesantren dengan tradisionalnya sembari menggabungkan pola berfikir modern khususnya konsep-konsep kemanusiaan.
CORAK PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID
                            Titik tolak pemikiran Gus Dur bukan dengan mengagungkan modernisme, tetapi mengkritik modernisme yang diuniversalkan dengan menggunakan pisau tradisionalisme islam. Dalam konteks ini, ungkapan John L Esposito dan John O Voll dalam buku Makes Contempory Islam (2001), Gus Dur adalah “modern reformer but not Islamic modernist” (seorang pembaru modern tapi bukan Islam modernis) sangat tepat. Kalimat tersebut bukan hanya sekedar menggambaran afiliasi kultural dan asal-usul sosial Gus Dur, tetapi juga menggambarkan corak dan tradisi pemikirannya yang tetap setia dengan tradisi pemikiran islam pesantren.
                            Gaya pemikiran yang dimiliki tampak jelas ketika Gus Dur menjelaskan soal universalisme Islam dan kosmopolitanisme peradaban Islam. Dalam persoalan universalisme Islam misalnya, Gus Dur tidak perlu langsung merujuk pada Al-Qur’an dan hadis, sebagaimana sering digunakan kelompk islam modernis, tetapi merujuk pada teori dalam ushul fiqh yang disebut dharuriyat al-khamsah (lima hal dasar yang dilindungi agama). Dengan demikian, menurut Gus Dur, universalisme Islam itu tercermin dalam ajaran-ajarannya yang mempunyai kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dibuktikan dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari kezaliman dan kesewenang-wenangan. Karena itu, pemerintah harus menciptakan sebuah sistem pendidikan yang benar, dan ruang untuk memperoleh informasi dibuka lebar. Dengan memberi makna demikian, konsep universalisme Islam seperti menjadi sangat inklusif dan terbuka dengan berbagai kemungkinan perkembangan modern. Islam juga tampak menjadi agama yang terbuka. Dari sisnilah Gus Dur kemudian merumuskan konsep kosmopotalisme Islam.
Kosmopotalisme Islam
                            Secara etimologi kosmopotan berasal dari kata kosmo yang berarti jagat raya, sedangkan kosmopolitan itu sendiri merupakan penduduknya dari berbagai penjuru yang memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas. Dalam pandangan Gus Dur, konsep kosmopolitan  ini secara praktis menghilangkan batasan etnis, dalam kuatnya pluralitas kebudayaan.
                            Kosmopolitanisme Islam sudah ada sejak masa-masa awal perkembangan Islam. Hal ini terbukti dengan kebersediaan Islam untuk berinteraksi dan menyerap unsur-unsur lain di luarnya. Keterbukaan tersebut yang memungkinkan kaum muslim selama sekian abad menyerap berbagai macam manifestasi kultural dan wawasan keilmuan yang datang dari peradaban lain.
Kosmopolitanisme peradaban Islam, bagi Gus Dur, muncul dalam sejumlah unsur dominan, seperti hilangnya batasan etns, kuatnya pluralitas budaya, heteroginitas politik dan kehidupan beragama yang eklektik selama berabad-abad.  Watak kosmopolitanisme dan universalisme digunakan Gus Dur untuk melakukan pengembangan terhadap teologi ahl-sunnah wa al-jama’ah (aswaja) dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan masyarakat.
Jika selam ini faham aswaja, terutama di lingkungan NU, hanya terkait dengan masalah teologi, fikih, dan tasawuf, bagi Gus Dur, pengenalan aswaja harus diperluas cakupannya meliputi dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat. Tanpa melakukan pengembangan itu, aswaja akan sekedar menjadi muatan doktrin yang tidak menjadi relevansi sosial. Dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat yang dimaksud Gus Dur adalah :
1.      Pandangan manusia dan tempatnya dalam kehidupan
2.      Pandangan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
3.      Pandangan ekonomis tentang pengaturan kehidupan bermasyarakat
4.      Pandangan hubungan individu dan masyarakat
5.      Pandangan tentang tradisi dan dinamisasinya melalui pranata hukum, pendidikan, politik, dan budaya.
6.      Pandangan tentang cara –cara pengembangan masyarakat
7.      Pandangan tentang asas-asas internalisasi dan sosialisasi yang dapat dikembangkan dalam konteks doktrin formal yang dapat diterima saat ini..


                             
 *Terima Kasih
Selamat Membaca

­­

Tidak ada komentar:

Posting Komentar