PEMIKIRAN MODERN DUNIA ISLAM
Berikut ini adalah beberapa tokoh pemikir modern islam, yaitu:
1. 1.
Muhammad
Iqbal (1877-1938)
a.
Teori
Pemikiran Dinamisme Islam
Muhammad Iqbal merupakan sosok
pemikir multidisiplin. Beliau dilahirkan pada tanggal 3 Dzulqaidah 1294 H/ 9
November 1877 M di Sialkot, salah satu kota tertua bersjarah di perbatasan
Punjab Barat dan Kashmir. Iqbal telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap
Islam demi kemajuan kaum muslimin yang tercakup dalam Dinamisme dalam Islam.
Menurut Iqbal kemunduran islam
disebabkan karena adanya otoritas perundang-undangan yang secara totalitas
melumpuhkan perkembangan pribadi dan menyebabkan hukum islam praktis tidak bisa
bergerak sama sekali. Meskipun semua orang sunni menerima ijtihad sebagai alat
perubahan dan kemajuan, namun dalam prakteknya prinsip tersebut dipagari dengan
banyaknya persyaratan yang terlalu berat. Sedikit sekali mereka dapat
melakukannya. Dengan demikian, maka kekuatan ijtihad yang semula dimaksudkan
untuk meliberalisasikan Islam tidak bekerja dan keluwesan Islan menjadi
kekakuan.
Paham dinamisme islam yang
dotonjolkan inilah yang membuat iqbal mempunyai kedudukan penting dalam
pembaharuan di India. Sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran) ini
adalah dinamis. Iqbal juga menjelaskan pentingnya arti dinamika dalam hidup
bahwasannya tujuan akhir manusia adalah hidup, keagungan, kekuatan dan
kegairahan. Teori dinamika Iqbal ini diawali dengan kesadaran sendiri bahwa
kita harus bangkit daei keterpurukan. Teori inilah yang menjadi dasar teori
dinamika Iqbal.
b.
Tujuan
dan karakteristik Dinamisme Islam
Tujuan
yang ingin dicapai dalam pemikiran dinamisme Iqbal adalah:
1.
Perubahan
pemahaman terhadap alam atau kenyataan
2.
Pengungkapan
beberapa prinsip-prinsip islam yang mendorong manusia bergerak dan berusaha
dengan nyata
3.
Mengubah pola pemikiran manusia dari statis
kearah yang dinamis
4.
Mengubah
pemikiran umat Islam agar sesuai dengan perkembangan IPTEK dan falsafah modern
islam
5.
Mengubah
pemikiran agar mau untuk membuka pintu ijtihad, karena menurutnya pintu ijtihad
tidak akan pernah tutup.
Pemahaman yang benar tentang islam, menurut iqbal menjadikan alam
materi dan alam nyata bukan suatu yang keji tapi sebagai lapangan perjuangan
demi personalitas. Dengan alam yang realis itu maka kepribadian menjadi kuat,
dengan perjuangan dalam dunia ini akan tetap eksis dan abadi. Jadi, keabadian
personalitas menurut iqbal adalah melalui perjuangan, dengan menundukkan segala
rintangan bukan lari dari padanya.
2.
2. Muhammad
Abduh (1849-1905)
a.
Biografi
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 M (1265 H) di desa Mahallah
Nasr, suatu perkampungan agraris termasuk Mesir Hilir di provinsi Gharbiyyah.
Ayahnya bernama abduh ibnu Hasan Khairillah, mempunyai silsilah keturunan
dengan bangsa turki dan ibunya Junainah binti Ustman Al Kabir, mempunyai
keturunan dengan Umar bin Khattab (Khalifah kedua, Khulafaur Rasyidin).
b.
Ijtihad
dan Modernisasi Pemikiran islam
Dalam berijtihad ini, Abduh menekankan hanya bagi orang-orang yang
memiliki pengetahuan dan kekuatan intelektual yang diperlukan yang boleh
melakukan ijtihad sedangkan orang lain hendaknya mengikuti ulama yang mereka
percayai dan mengikuti ulama-ulama salaf sebelum timbulnya
perpecahan-perpecahan. Untuk itu maka umat Islam dalam usaha memahami ajaran
islam harus kembali kepada sumber-sumbernya yang pertama yaitu Al-Qur’an dan As
Sunnah.
Menurut Abduh, kita harus menggunakan akal agar tidak taklid.
Karena Abduh menempatkan akal pada posisi yang istimewa, baik dalam hubungannya
dengan akidah maupun syariah. Dengan demikian dalam pandangan Abduh, meskipun
keberadaan akal sangat luhur dan dapat mengetahui beberapa hal. Namun, tetap
membutuhkan sesuatu selainnya sebagai sumber pengetahuan. Sesuatu itu adalah
wahyu yang datang dari Tuhan. Jadi wahyu turun untuk menyempurnakan akal. Dan
satu hal lain yang ditekankan Abduh berkaitan dengan ijtihad dan optimalisasi
akal manusia adalah dalam hal penafsiran Al-Qur’an.
Dalam bidang Pendidikan, menurut Muhammad Abduh system pendidikan
yang harus diperjuangkan adalah pendidikan yang fungsional yang meliputi
pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki maupun perempuan. Semua harus
mempunyai dasar membaca, menulis, berhitung dan harus mendapatkan pendidikan
agama. Isi dan lamanya pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan
profesi yang dikehendaki pelajar. Latar belakang lahirnya ide-ide Muhammad
Abduh disebabkan oleh faktor situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan
yang ada pada saat itu. Karena beliau beranggapan bahwa kejumudan pemikiran
telah merasuki berbagai bidang kehidupan seperti bahasa, syari’ah, akidah, dan
sistem masyarakat.
3. 3.
Asghar
Ali Engineer (1939-2013)
a.
Biografi
Asghar
Ali Engineer dilahirkan dalam lingkungan keluarga ulama ortodoks bohro pada
tanggal 10 maret 1939 di Sulumber, Rajastan (dekat Udaipur) India. Ayahnya
bernama Syeikh Qurban Husein adalah seorang penganut kuat paham syiah
Ismailiyah dan pemikiran cukup terbuka untuk berdialog dengan penganut agama
yang lain.
b.
Theologi
Pembebasan
Gagasan
theologi pembebasan Asghar Ali Engineer antara lain:
1)
Spirit
Pembebasan dalam islam.
Asghar mencoba untuk merevitalisasi nilai-nilai pembebasan Islam
dan merumuskan Islam sebagai Teologi Pembebasan. Upaya ini didasarkan pada dua
hal. Pertama, berdasarkan pada analisis kesejahteraan pembebasan yang
pernah dilakukan Nabi Muhammad. Dalam hal ini keyakinan Asghar terhadap Nabi
Muhammad sama dengan keyakinan penganut penganut Teologi Pembebasan di Amerika
Latin terhadap yesus. Nabi Muhammad lahir untuk melakukan proses pembebasan manusia
dari penindasan dan ketidakadilan.
Kedua, dari banyaknya
ayat al-Qur’an yang secara eksplisit mendorong proses pembebasan seperti ayat
tentang pemerdekaan budak, kesetaraan umat manusia, kesetaraan jender, kecaman
atas eksploitasi dan ketidakadilan ekonomi dan lain sebagainya. Menurut asghar,
ayat diatas ada yang perlu ditafsiri ulang karena tidak sesuai apabila ada pada
saat ini, contohnya ayat tentang kesetaraan jender. Dalam ayat ini Asghar
menggunakan pendekatan sosiohistoris sebagaimana double movement-nya
Fazlur Rahman yaitu mengambil esensi dasar maksud ayat itu, kemudian
dikontekstualisasikan pada problem kontemporer.
2)
Pembebasan
dari Ketidaksetaraan manusia
Al-Qur’an menegaskan bahwa sesungguhnya semua umat manusia berasal
dari satu keturunan yang sama. Tidak ada yang lebih mulia satu dari lainnya
berdasarkan etnis, karena al-Qur’an sudah menyatakannya.
3)
Pembebasan
dari Ketidakadilan Jender
Pada zaman Nabi, untuk pertama kalinya perempuan arab mendapatkan
banyak hak yang sebelumnya tak terbayangkan. Karena, pada masa itu perempuan
dalam masa sub-ordinat yang sangat lemah. Padahal, islam juga memberikan hak
yang sama bagi perempuan yaitu untuk mendapatkan hak pendidikan, berpolitik,
hak untuk memimpin, bekerja dan hak untuk terlibat aktif dalam urusan publik.
Untuk itu, pada sisi lain Asghar mengkritik Negara-negara yang mengatasnamakan
Islam melakukan pengekangan terhadap hak-hak perempuan.
4)
Pembebasan
Ketidakadilan Ekonomi
Ketidakadilan ekonomi adalah persoalan yang paling banyak disinggung
oleh Asghar Ali. Dalam Al-Qur’an, kata kunci keadilan adalah ‘adl dan qist.
Adl dalam bahasa arab mengandung arti persamaan atau kesetaraan. Sedangkan qist
artinya jarak yang merata, kejujuran dan kewajaran.
4. 4.
Sayyed
HosseinNasr (1933)
a.
Biografi
Sayyed Hosein Nasr adalah salah seorang pemikir kontemporer Islam
terkemuka di Amerika yang namanya telah diabadikan dalam serial The Living
Philosepher. Beliau lahir pada tanggal 17 april 1933 di Teheran Iran, dari
keluarga Ahli bait yang terpelajar. Ibunya terdidik dalam keluarga ulama,
sedangkan ayahnya, Seyyed Waliyullah Nasr adalah seorang dokter dan pendidik
pada dinasti Qajar yang diangkat sebagai pejabat tingkat menteri pada masa Reza
Pahlevi.
b.
Pemikiran
Sayyed Hossein Nasr
1)
Tradisionalisme
Tradisi bisa berarti ad-Din dalam pengertian yang seluas-luasnya,
yang mencakup semua aspek agama dan percabangannya, bisa pula disebut
as-sunnah, yaitu apa yang sudah menjadi tradisi sebagaimana kata ininumumnya
dipahami, bisa juga diartikan as-silsilah, yaitu rantai yang mengaitkan setiap
periode.
Signifikansi Islam tradisional dapat pula dipahami dalam sinaran
sikapnya terhadap fase Islam. Islam Tradisional menerima al-Qur’an sebagai
kalam Tuhan baik kandungan maupun bentuknya, sebagai persoalan duniawi abadi
Kalam Tuhan yang tak tercipta dan tanpa asal-usul temporal. Islam tradisional
juga menerima komentar-komentar tradisional atas al-Qur’an yang berkisar dari
komentar-komentar yang linguistik dan historikal hingga yang sapiental dan
metafisikal. Dalam kenyataan, Islam Tradisional menginterpretasikan bacaan suci
tersebut bukan berdasarkan makna literal dan eksternal kata-kata melainkan
berdasarkan tradisi hermeneutika.
Fungsi kesalehan manusia selalu tidak dapat dipisahkan dari
realitas, dari apa dia sesungguhnya. Inilah mengapa ajaran tradisional
menggambarkan kebahagiaan manusia didalam kesadaran dan kehidupannya menurut
alam pontifikalnya, seperti jembatan antar surga dan bumi.
Mengenai metafisika, Nasr berpendapat bahwa metafisika merupakan
pengetahuan yang real. Ia menjelaskan asal-usul dan tujuan semua realitas,
tentang yang absolut dan relatif. Oleh karena itu, Nasr mengusulkan jika
manusia ingin tinggal didunia lebih lama, maka prinsip-prinsip metafisika harus
dihidupkan kembali.
2)
Kritik
terhadap Modernitas
Satu hal yang dianggap sebagai kegagalan peradaban modern yang
paling fatal ialah percobaan manusia untuk hidup dan menafikan keberadaan Tuhan
dan agama. Suatu hal yang tentu sangat bertentangan dengan fitrah manusia yang
dalam hatinya memiliki potensi ilahiyah, dan pasti akan selalu yang bersifat
transenden yaitu Tuhan. Hal ini mengingatkan kita pada penegasan al-Qur’an
dalam surat Thaha ayat 124, yang artinya:
Barang
siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya kehidupan yang sempit
dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Dengan hilangnya batasan-batasan yang dianggap dan diyakini sebagai
sakral dan absolut, manusia modern lalu melingkar-lingkar dalam dunia yang
relatif, terutama sistem nilai dan moralitas yang dibangunnya. Nasr
berkeyakinan bahwa akal dapat mendekatkan manusia kepada Tuhan apabila akal itu
sehat dan utuh (salim) dan hanya petunjuk Tuhan yang menjadi bukti yang paling
meyakinkan dari pengetahuan-Nya yang dapat menjamin keutuhan dan kesehatan
akal, sehingga akal dapat berfungsi dengan baik dan tidak terbutakan oleh nafsu
keduniawian.
Yang harus kita lakukan sekarang adalah menguasahakan agar
bagaimana iman, ilmu, dan teknologi senantiasa selalu berjalan beriringan. Dan
yang menjadi tugas kita sekarang adalah bagaimana agar kita dapat mengangkat
kembali dan mengembalikan posisi kemanusiaan dalam tempat semula yang lebih
baik. Manusia bukan hanya sebatas makhluk yang mengandalkan kemampuan indera
dan akal, tetapi lebih dari itu ia adalah mahluk Tuhan yang mengemban amanat
dari Tuhannya untuk menjadi pemimpin dan pengelola segala potensi yang ada di
dunia ini, untuk kemudian dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan.
3)
Pembaharuan
ke Arah Islam Tradisi
Meskipun Nasr adalah intelektual yang berpihak pada tradisi, Nasr
tetap menyerukan gerakan pembaharuan dalam Islam (tajdid). Akan tetapi perlu
digaris bawahi disini bahwa tajdid secara bahasa berarti “Pembaruan,
modernisasi” diartikan sebagai upaya mengembalikan pemahaman agama kepada
kondisi semula sebagaimana masa nabi. Semangat pembaharuan (tajdid) ini
merupakan cita-cita Nasr untuk mengembalikan Islam pada kedudukannya semula
yang sekarang ini sudah banyak terkontaminasi modernisasi barat yang sekuler dn
meninggalkan nilai-nilai Illahiyah dan Insaniah.
5. 5.
Mustafa
Kemal Ataturk (1881-1938)
a.
Biografi
Singkat
Tokoh utama gerakan msionalisme
Turki adalah Mustafa Kemal Attaturk. Beliau bukan satu-satunya pemikir yang
melahirkan ideologi nasionalisme turki. Kemal sendriri mendapat inspirasi dari
para tokoh sebelumnya yang merupakan produk yang merupakan produk dari
kebijakan reorganisasi yang dirancang oleh Sultan Mahmud II.
Kelompok nasionalisme Turki
menjulukinya sebagai Attaturk (bapak turki) pada tahun 1934. Beliau lahir di
salomika, suatu kota yang kini menjadi salah satu kota besar di Yunani pada
tahun 1881, dan beliau meninggal dunia pada tahun 1938 di Istanbul. Ayahnya
bernama Ali Reza, seorang pegawai pada salah satu kantor pemerintah. Sedangkan
ibunya bernama Zubaede Khanin, seorang wanita yang tekun beribadah.
b.
Sekularisme
Secara etimologis sekularisme berasal dari kata Saeculum (bahasa
latin) yang mempunyai arti dengan konotasi waktu dan lokasi: waktu menunjukkan
pada pengertian “sekarang” atau “kini” sedangkan lokasi menunjuk kepada pengertian “dunia” atau “duniawi”.
Sekularisme juga bisa diartikan dengan fashluddin anil haya artinya
memisahkan peran agama dari kehidupan.
Sekularisme Mustafa Kemal ada tiga, yaitu:
1)
Politik
Bagi Kemal Attaturk, kedaulatan harus berada ditangan rakyat. Hal
ini tidak sejalan dengan fatwa politik tradisional di Turki yang memandang
bahwa kedaulatan itu terletak ditangan Tuhan yang dijalankan oleh Sultan. Ide
Mustafa Kemal ini diterima oleh Majelis Agung Nasional pada tahun 1920. Beliau
mengusulkan aga ada 2 fungsi yang dipegang oleh Sultan Turki, yakni fungsi
spiritual dan fungsi temporal dipisahkan. Dalam hal ini beliau mengusulkan agar
jabatan sultan dengan kekuasaan temporl yang ada padanya dihapuskan untuk
menghindari adanya dualisme pada kekuasaan eksekutif dan yang dipertahankan
adalah jabatan Khalifah dengan kekuasaan spiritualnya.
Pembaruan berikutnya adalah penghapusan jabatan khalifah. Dalam
sidang majelis perdebatan cukup sengit, tetapi pada akhirnya pada tanggal 3
maret 1924, diputuskan penghapusan khalifah. Dengan demikian, gambaran bahwa di
republik Turki ada dualisme terhapus, tetapi sesungguhnya demikian kedaulatan
rakyat belum punya gambaran yang jelas, karena dengan konstitusi agama negara
adalah Islam, artinya kedaulatan bukan ditangan rakyat tetapi ditangan syariat.
Usaha Mustafa Kemal selanjutnya adalah memasukkan prinsip
sekularisme dalam konstitusi pada tahun 1928. Negara tidak ada lagi hubungan
dengan agama. Pada tahun 1937, barulah Republik Turki dengan resmi menjadi
negara sekuler, namun sebelum resmi menjadi negara sekuler, Kemal telah mulai
menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan.
2)
Pendidikan
dan Kebudayaan
Bidang pendidikan dan kebudayaan merupakan bidang yang cukup esensial
dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, upaya-upaya pembaruan yang
dilancarkan oleh para pembaru, tidak terkecuali Mustafa kemal dan pendukungnya
di Turki tidak melepaskan diri dari bidang tersebut.
Pada tahun 1923, Mustafa Kemal atas nama pemerintah, memerintahkan
untuk membangun suatu lembaga studi Islam yang diberi tugas mengkaji filsafat
islam dalam hubugannya dengan filsafat barat, kondisi praktis, ritual, ekonomi,
penduduk muslim. Tujuan lain lembaga tersebut adalah mendidik dan mencetak
serta membentuk mujtahid modern yang mampu menafsirkan al-Qur’an, agar umat
Islam Turki memperluas wawasanya lewat pemahaman agama secara lebih terbuka dan
lebih rasional.
Pembaruan selanjutnya adalah pengalihan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan agama kedalam kementerian pendidikan pada tahun
1924. Karen, pendidikan yang diinginkan oleh Mustafa kemal dan para
pendukungnya adalah pendidikan yang bebas dari pengaruh-pengaruh tradisional.
3)
Kemasyarakatan
Yang menjadi penyebab mundurnya Turki adalah terutama karena
terlalu kuatnya masyarakat Turki berpegang pada syariat Islam, padahal syariat
yang dipegangi tersebut sebenarnya tidak lebih dari pada syariat yang sudah
ternoda oleh budaya arab yang telah usang dan tidak cocok dengan bumi Turki dan
zaman yang sudah cukup maju.
Kemudian
Mustafa kemal memerintahkan agar bahasa turki dipakai pada mimbar-mimbar masjid
khotbah-khptbah jum’at, pada adzan untuk sholat dan Al-qur’an diterjemahkan ke
dalam bahasa Turki. Selanjutnya, beliau berupaya menghilangkan semua simbol-simbol
dan upacara-upacara baik adat maupun keagamaan yang mencerminkan tradisionalan.
Hal ini untuk menunjukkan kepada dunia terutama bagian barat bahwa negara Turki
adalah negara yang maju dan berbudaya.
6. FAZLURRAHMAN
( 1919 – 1988 )
Fazlurrahman
adalah seorang pembahru islam yakni maksudnya ialah pembaharuan dalam hukum
islam,ia termasuk golongan Neomodernis yaitu koreksi atas gerakan-gerakan
sebelumnya atau golongan yang menjembatani antara arus modernisme dan
tradisionalisme.Sikap modernis menentang pemikiran tradisionalis telah
mengurangi inspirasi-insoirasi intelektual yang merupakan landasan pembentukan
islam historis,akan tetapi kaum tradisionalis juga terlalu apriori terhadap
ide-ide baru serta terlalu berorientasi kepada masa lampau.Neomodernisme
Fazzlurrahman mengembangkan sikap kritisnya terhadap barat maupun
warisan-warisan kesejarahan sendiri,jika keduanya dikaji secara objektif maka
tugas utama yang paling mendasar adalah mengembangkan suatu metodologi yang
tepat dan logis untuk mempelajari al-qur’an guna mendapatkan petunjuk – nya.
Pembaharuan
hukum islam yang dilakukan oleh Fazzlurrahman adalah dengan reformasi hukum
islam yaitu perubahan hukum islam yang tidak hanya pada tataran penetapan hukum
akan tetapi juga dalam perubahan hukum pada tataran pengambilan hukum,contoh
:pada kasus riba pada jaman Nabi dengan bunga bank,unsur-unsur motif fungsi dan
latar belakang sosiologi yang mengitari keduanya sebagai sebuah sistem yang
menjadikan kasus ini berbeda,dalam penetapan hukum yang didasari peranan
akal,nalar dan ijtihad amat diperlukan ketimbang sekedar pengambilan hukum.
Fazzlurrahman
juga membangun kosep ijtihad yang khas dan merumuskan metodiknya yang khas
pula,metodiknya yang khas itu dikmenal sebagai Metodologi Double Movement.Metode
ini memuat dua gerakan yakni :
Gerakan
pertama : berangkat dari situasi sekarang menuju ke masa
kini atau proses metode penafsiran.
Gerakan
kedua : kembali lagi yakni dari situasi masa al-qur’an
diturunkan menuju ke masa kini atau
ajaran – ajaran yang bersifat umum dibutuhkan dalam konteks sosio historis yang
konkrit pada masa sekarang.
Inti
dari pemikiran diatas adalah merumuskan visi etika al-qur’an yang utuh sebagai
prinsip umum kemudian menerapkan prinsip umum tersebut dalam kasus-kasus khusus
yang muncul pada situasi sekarang.
7. Mohammed Arkoun (1928-2010)
a. Biografi Singkat
Mohammed Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari
1928 di Taourito Mimoun, daerah Barber. Pendidikanya dimulai pada sekolah dasar
di desa asalnya, kemudian belajar sekolah menegah di kota pelabuhan Orang. Kemudian Arkoun melanjutkan studynya bahasa arab dan sastra arab
di UniversitasAljir. Pada tahun
1954-1962 terjadi perang kemerdekaan Aljazair dari perancis,
Arkoun melanjutkan
study tentang bahasa Arab dan satra
di Universitas Sorbonne. Pada tahun
1961, Arkoun diangkat sebagai dosen
Di Universitas Sorbonne. Selain mengajar,
Arkoun juga mengikuti berbagai kegiatan ilmiah dan menduduki jabatan penting
di dunia akademis masyarakat.
b. Kritik nalar islam
Modernitas dan segala masalah
yang ditimbulkanya sehingga membuat seorang
Mohammed Arkoun menjadi gelisah. Modernitas menjadi tema besar dan pemayung seluruh
ide Arkoun dan menjadi seluruh wilayah
yang ingin ia jelajahi lewat sejumlah tulisan.
Karena menurut Arkoun ada umat islam
yang tertindas bukan hanya secara militer saja namun juga secara intelektual dan budaya,
dengan suatu pemikiran
yang bernalar “abad pertengahan”
yang lamban, rumpang dan lemah.
Arkoun tidak menolak keselurahan modernisasi namun ia ingin memadukan unsur
yang paling mulia dalam pemikiran islam dengan unsur
yang paling berharga dalam pemikiran barat.
Barat memang mengagumkan tapi tidak berarti memarjinalkan islam begitu saja.
Modernitas yang ingin dikejar Arkoun adalah sikap kritis dan rasional.
Kritik yang dimasud oleh Arkoun adalah penelitian mengenai syarat-syarat kesahihan atau penelitian tentang dasar dan batas pemikiran. Nalar islami, objek kritik Arkoun. Daerah yang tak terfikir
dalam tubuh manusia terus saja melebar, terlebih ketika umat islam terus saja melebar,
terlebih ketika umat islam harus menghadapi tantangan dunia lain, yakni moderinitas
barat yang kini menjadi hagemini didunia. Arkoun juga meminjam teori yang
dikembangkan oleh Derrida. Yang sering dirujuk Arkoun adalah dekontruksi atau pembongkaran.
Dengan pembongkaran itu ia berusaha menemukan kembali makna yang hilang atau tercipta
karena sebagai proses pembekuan yang menimpa pemikiran islam.
Dekontruksi
Dalam pemikiran Arkoun tentang dekontruksi ini
mengadopsi dari Derrida. Menurut teori dekontruksi teks (termasuk teks agama)
merupakan symbol yang tidak mengandung makna utuh tapi menjadi arena pergulatan
yang terbuka. Dekontruksi pertama-tama dialamatkan kepada konsep wahyu yang
berlanjut kepada fenomena tradisi islam dan konsep-konsep pokok lain yang
berkaitan dengannya. Arkoun menyebut bahwa fikih,
tasawuf, ilmu tafsir merupakan produk sejarah
yang bersifat relative. Dalam hal ini otoritas ulama juga ikut terbongkar. Sebuah subjek ilmu tidak memiliki nilai ilmu ketika otoritasnya
dijatuhkan. Dengan kata lain bahwa kebenaran tentang wahyu itu berada diluar jangkuan
manusia.
Kritik Historis – Antropologis
Kritik ini menggunakan pendekatan Arkeologis
Michel Foucault yaitu sebuah pendekatan penelusuran sejarah. Ilmu yang diyakini
harus rela disebut relative karena bagian dari sejarah. Menurut Arkoun tiap-tiap
zaman mempunyai perbedaan dalam pengandaian-pengandaian, cara-cara atau pendekatan-pendekatan
yang digunakan. Pemikirandari islam turats-turats islam tidak ada yang final.
Sebab, setiap diskursus ditentukan oleh suatu apriori historis, yaitu bahwa setiap
zaman mempunyai suatu ”pemikiran” yang menjuruskan cara mempratikkan ilmu pengetahuan
pada zaman tersebut. Bahkan Foucalt meragukan kemungkinan suatu penciptaan totalitas.
Foucalt juga menyatakan bahwa kebenaran dan kekuasaan memilki relasi. Arkoun menerapkan
Arkeologi pengetahuan Foucault untuk mengomentari system pemikiran islam yang
tertutup oleh korpus-korpus para ulama.
8. MUKTI
ALI (1923-2004)
A.
Dasar Pemikiran Mukti Ali
Dalam rangka membangun toleransi
beragama banyak sekali tantangan yang dihadapi, salah satunya kerukunan
beragama. Kerukunan Beragama merupakan isu penting yang sulit ditanggulangi dan
bersifat sensitive. Pada masa orde baru banyak sekali kasus konflik yang
terjadi di Indonesia, khusunya anatar umat islamdan Kristen yang pada akhir
tahun 1967 menimbulkan konflik dan kekerasan pada banyak tempat diwilayah
Indonesia.
Pada
masa orde barus setelah pemilu 11 September 1971 A.Mukti Ali dilantik menjadi
menteri agama, tepat setelah satu tahun pemilu pertama orde baru, 28 maret
1973, ia di tetapkan kembali sebagai menteri agama didalam kabinet pembangunan.
Sebagai pejabat yang menduduki kursi kementrian, mukti ali mampu
mengimplementasikan pemikiranya mengenai banyak persoalan agama yang terjadi
pada saat itu.
Bersamaan dengan itu kebijakan untuk
membangkitkan pembangunan melalui kehidupan beragama diperbaiki dengan
menumbuhkan keharmonisan hubungan antra umat beragama, lebih khususnya antara
umat beragama islam dengan Kristen. Berdasarkan tujuan agar menciptakan dan
memelihara kerukunan serta toleransi umat beragama, pemeritah juga
memfalisitasi untuk mendirikan majelis-majelis untuk pemimpin agama yang diakui
secara resmi di Indonesia.
Namun tidak hanya melalui
majelis-majelis saja yang dicapai guna memelihara kerukunan antarumat beragama
di Indonesia. Akan tetapi terdapat upaya lain yang dicapai dan menjadi dasar
pemikiran mukti ali. Upaya ini yaitu diadakan dialog antar agama, didalam
tulisan ali mengenai perbandingan agama terdapat dialog antar agama yang
menjadikanya satu dari founding fathers dalam ilmu perbandingan agama
diindonesia.
B.
Metodologi Studi Islam
Metode adalah suatu ilmu yang
memeberi pengajaran tentang system dan langkah yang harus ditempuh dalam
mencapai suatu penyelidikan keilmuan. Dalam berbagai penelitian ilmiah
langkah-langkah pasti harus ditempuh agar kelogisan penelitian ilmiah
benar-benar nyata dan dapat dipercaya semua masyarakat. Yang menjadi primadona
masyarakat islam adalah ilmu teologi (kalam) sehingga setiap masalah yang
dihadapi selalu dilihat dari paradigm teologi. Lebih dari itu teologi yang
dipelajarinya hanya berpusat pada paham Asy’ari dan sunni. Paham lain dianggap
sesat, akibatnya tidak terjadi dialog, keterbukaan, dan saling menghargai.
Proses pengajaran islam hingga saat
inibelum tersusun secara sistematis dan belum disampaikan secara prinsip,
pendekatan dan metode yang direncanakan dengan baik. Namun untuk kepentingan
akademis, membuat islam lebih responsive dan fungsional dalam memanu perjalanan
umat islam diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman islam yang utuh
dan kompeherensif.
Begitu pentingnya peranan metode
pemahaman ajaran islam dalam kemajuan dan kemunduran pertumbuhan ilmu. Mukti
ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi adalah metode yang
digunakan. Metode studi ilmu keislaman diharapkan dapat melahirkan suatu
komunitas yang mempu melakukan perbaikan intern dan ekstern. Secara intern komunikasi
itu dapat diarapkan dapat mempertemukan dan mencari jalan keluar dari konflik
intra agama. Secara ekstern studi islam diharapkan dapat melahirkan suatu
masyarakat yang siap hidup toleran dalam pluralism agama. Pada segi normative
studi islam bersifat memihak, romantic, apologis, dan subjektif. Jika dilihat
dari segi histori islam tampak sebagai disiplin ilmu.
Selanjutnya ada pula yang disebut
dengan sains islam. Menurut husssein nasr, sains islam adalah sains yang
dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua. Sains islam mencakup berbagai
pengetahuan modern seperti kedokteran, astronomi, matematika, fisika dan
sebagainya.
Dari ketiga kategori ilmu keislaman
tersebut mka muncullah apa yang dikenal dengan MI, MTS,MA dan Institusi Agama
Islam yang didalamnya diajarkan studi islam yang meliputi Tafsir, Hadis,
Teologi, Filsafat, Tasawauf, Hokum Islam, Sejarah Kebudayaan Islam, Dan
Pendidikan Agama Islam.
- Metode Studi Islam Mukti Ali
Dalam mempelajari studi agama, Mukti Ali memilki
beberapa metode, diantaranya:
1. Pendekatan Sosio-Histori
Pendekatan ini merupakan perpaduan
antara aspek sosiologi dan sejarah yang melekat di dalam penggunaanya. Dalam
hal ini mukti ali melihat aspek social dalam suatu masyarakat sangat penting untuk
digunakan didalam pendekatan studi islam.
Sedangkan aspek histori digunaka mukti ali untuk melihat suatu fenomena
berdasarkan sisi sejarahnya.
Penerapan dalam studi islam mukti
ali mengatakan bahwa asbabul nuzul adalah sebuah kesatuan yang mutlak bagi
sebuah studi Al-Qur’an untuk memahami secara mendalam selaian itu juga ada
asababul wurud (hadis). Yang keduanya digunakan sebagai metode dalam studi
islam. Menurut mukti ali bahwa dalam memahami ajaran islam kita harus terlebih
dahulu memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai landasan hokum di dalam ajaran
islam.
2. Pendekatan Tipologi
Dalam memahami studi islam mukti
ali menawarkan pendekatan tipologi yang berisi lima aspek dalam
mengidentifikasinya.
a. Aspek Ketuhanan
b. Aspek Kitab Suci
c. Aspek Kenabian
d. Aspek Kondisi Kejayaan Nabi
e. Aspek Orang-Orang Terkemuka
3. Pendekatan Scientific Cum Doktrine
Pendekatan ini terdiri dari dua
aspek penting yaitu scientific yang berarti bersifat ilmiah dan doctrine adalah
suatu ajaran atau doktrin. Dalam pendekatan ini mukti ali ingin menerapkan
metode ilmiah yang disatukan dengan doktrin dalam suatu agama, khususnya agama
islam.
Pendekatan ini dinialai
revolusioner karena mukti ali berusaha merubah perspektif yang telah lama
terbangun didalam ajaran ulama-ulama terdahulu yang hanya memahami ajaran agama
dari segi doktrin dagma saja.
9. HARUN NASUTION (1919-1998)
A. PENGANTAR
Harun Nasution adalah seorang intelektual muslim yang sangat
rasionalis, sehingga dengan faham rasionalnya itu ia berusaha bagaimana bisa
membawa umat islam di Indonesia ke arah Rasionalitas, bagaimana agar dikalangan
umat islam Indonesia itu tumbuh pengakuan atas kapasitas manusia kadariyah,
tidak terlalu didominasi oleh paham Asyarisme yang sangat Jabariyah (terlalu
menyerah pada takdir), dan kurang menghargai kapasitas akal (rasio), untuk
melakukan ikhtiar dalam perubahan nasib.
Islam pernah Berjaya dalam masanya. Kejayaan tersebut diperoleh
karena para ulama mengedepankan akal dalam membaca segala sesuatu tanpa
mengesampingkan Al-Quran dan Hadis. Oleh karena itu, sangat penting bagi umat
islam untuk mengkaji kembali mengenai gagasan-gagasan tokoh yang memangdang
islam sebagai agama yang dinamis. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkaya
khasanah pengetahuan para intelektual muslim dan untuk menjawab berbagai
tantangan dalam dunia global yang telah dan akan dihadapi umat islam.
B. HIDUP DAN KARYA
Harun Nasution
lahir di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 23 September 1919. Ia merupakan putra
ke-4 dari Abdul Jabbar Ahmad, Ulama dan pedagang, menjadi Kadi dan penghulu di
Pematang Siantar. Ibunya seorang keturunan Ulama Mandailing, Tapanuli Selatan ,
pernah bermukim di Makkah tahun 1943.
Pendidikannya
dimulai pada sekolah Belanda HIS, lalu melanjutkan ke Moderne Islamietische
Kweek-school (MIK), sikap keagamaannya mulai nampak berbeda dengan sikap
keberagamaan yang dijalankan orangtuanya, termasuk lingkungannya. Sikapnya yang
rasional berbeda dengan orangtuanya yang tradisional. Setelah MIK selesai,
Harun melanjutkan studinya ke Saudi Arabia, kemudian Universitas Al-Azhar Mesir
fakultas Ushuluddin. Karena ketidakpuasannya beliau pindah ke Universitas
Amerika di Kairo. Karena itu beliau mendalami ilmu pendidikan dan ilmu social.
Beliau memulai
karirnya dengan menjabat sekretaris Kedubes Indonesia di Brussel. Namun tidak
lama kemudian beliau undur diri dan kembali ke Mesir, kemudian melanjutkan
studi di Universitas McGill Kanada, dan disinilah Harun menemukan apa yang
diinginkannya, dan memperoleh pandangan Islam yang luas. Beliau mendapatkan
gelar Ph.D dengan desertasinya yang berjudul “Posisi Akal dalam Pemikiran
Teologi Muhammad Abduh”. Dengan kajian desertasinya tersebut maka tak heran
banyak yang beranggapan bahwa Harun adalah seorang neo-mu’tazilah karena corak
fikirnya begitu kental dengan pemikiran Muhammad Abduh.
Berikut
karya-karya beliau dalam bentuk buku :
-
Muhammad
Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah.
-
Islam
Rasional; gagasan dan pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution.
-
Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya.
-
Teologi
Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
-
Filsafat
dan Mistisme dalam Islam.
C. ISLAM RASIONAL
Pemikiran rasional agais dalam pendekatannya terhadap Islam
diusahakan sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan
ajaran absolute tersebut (Al-qur’an dan hadis). Berbeda dengan pemikiran
tradisional, peran akal tidak begitu menentukan dan memahami ajaran Qur’an dan
hadis tetapi juga pada ajaran hasil ijtihad ulama jaman klasik yang jumlahnya
sangat banyak.
Menurut Harun, perbedaan pemikiran rasional adalah kebebasan
berfikir dalam memahami ajaran terikat pada arti lafdzi dari teks
Al-Qur’an dan Hadis dengan akal sebagai posisi tertinggi. Sedangkan pemikiran
tradisional, pemikiran yang terikat pada ijihad ulama jaman klasik yang
jumlahnya sangat banyak sehingga sulit menyesuaikan dengan perkembangan modern.
Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan oleh wahyu sendiri, hal itu
terbukti dari banyaknya kata-kata yang dipakai dalam Al-Quran untuk
menggambarkan perbuatan berfikir. Oleh karena itu, tidak heran bahwa agama
Islam adalah agama rasio.
Harun Nasution mengupas Islam lewat pandangannya yang terangkum
dalam empat pandangan yang dapat menjadi landasan pembaharuan Islam :
a.
Agama
Rasional Landasan Pandangan Dunia dan Moral Islam.
Agama adalah suatu system makredo
“tata keimanan” atau keyakinan adanya suatu yang mutlak diluar manusia.
Rasionalisme Islam yang tergambar
dalam Al-Qur’an dan Hadis mencakup aspek ibadah dan muamalah tentang aspek
ibadah dalam Islam sebenarnya merupakan latian spiritual dan moral dalam usaha
membina manusia agar tidak kehilangan keseimbangan hidup dan agar manusia berbudi
pekerti luhur.
Demikian bahwa ajaran yang
tersiratdari aktifitas ibadah adalah pendidikan moral hal itu karena salah satu
tujuan agama Islam adalah membina manusia yang berakhlaq baik dan berbudi
pekerti luhur. Moral yang berjiwa Al-Qur’an dan Hadis membentuk sikap mental
yang baik, karena itu kunci harmonisasi
manusia seutuhnya.
b.
Teologi
Rasioanal Landasan Pembaharuan dan Pembangunan Umat.
Obsesi harun ingin melihat umat Islam
Indonesia maju, bahkan keseluruhan muslim di dunia. Kemajuan akan tercapai bila
pemikiran umat Islam juga maju dan pemikiran maju tersebut bertitik tolak pada
pandangan teologinya. Pandangan teologi raisonal yang menurut Harun sangat
cocok dengan perkembangan dan tantangan kemajuan. Sedangkan pandangan
tradisional dapat menghambat kemajuan umat Islam. Untuk pandangan teologi
rasioanal Harun merujuk kepada tradisi pemikiran teologi Mu’tazilah dan
pemikiran pembaharu lainnya. Teologi Mu’tazilah dengan faham Qodariah yang
berarti manusia mempunyai kebebasan untuk berfikir dan bertindak. Sedangkan
teologi tradisioanal merujuk kepada teologi Asy’ariyah dengan faham Jabariyah
yang berarti faham yang berpandangan nasib manusia dalam segala bentuknya
didunia dan di akhirat memang sudah ditentukan oleh Tuhan.
c.
Masyarakat
Rasional Landasan Aspirasi Politik dan Hubungan antar Agama.
Dalam usahanya
menciptakan masyarakat rasional yang baik, dimulai membentuk manusia yang
terdidik moralnya, hal ini merupakan langkah dasar hingga terciptanya
masyarakat yang damai dan harminis dalam menjalani pengabdiannya kepada Allah.
Prinsip-prinsip yang dipakai dalam
mewujudkan masyarakat yang dimaksud adalah 1) pemerintahan yang adil dan
demokratis
2) organisasi pemerintahan yang
dinamis 3) kedaulatan.
Aspek politik
sangat kental sekali dalam pembangunan umat. Dalam menciptakan stabilitas
politik salah satu usahanya adalah menjaga hubungan antar agama. Menurut Harun,
hal yang dapat diupayakan adalah membentuk lembaga antar agama yang tujuannya
antara lain ; 1) berusaha bersama menyelesaikan problem social dalam masyarakat,
2) memberikan bimbingan keagamaan kepada masyarakat, 3) bersama memperkokoh
kedudukan agama yang telah mulai goyah dalam masyarakat modern.
d.
Budaya
Rasional Landasan Perkembangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
Bangsa Indonesia mayoritas beragama
Islam dikenal kuat dalam budaya dan tradisi, hal yang berlawanan dengan ajaran
agama Islam tidak dapat diterima oleh masyarakat. Sebuah kenyataan yang tidak
perlu diperdebatkan lagi bahwa peradaban yang di bangun Islam adalah peradaban
ilmu.
Salah satu kritik tajam yang
dialamatkan kepada kondisi pendidikan Islam adalah dominasi indoktrinasi yang
cenderung menolong serta menonjolkan sikap taqlid yang pasif sehingga
mengabaikan aspek rasionalitas serta kritis dalam prosesnya. Sebagai perlawanan
daripada itu, paling tidak ada 3 perubahan system pendidikan yang diupayakan.
Pertama, merubah system kuliah yang
selama ini dinilai feudal menjadi suatu yang humanis dengan menggunakan metode
diskusi atau seminar. Kedua, merubah dari budaya lisan menjadi budaya tulisan. Ketiga,
memperkenalkan pendekatan pemahaman Islam secara utuh dan universal.
Dominasi pendekatan fiqh oriented
selama ini, dalam system pengkajian Islam agak mandek. Demikian juga tasawuf,
dan dalam bidang kajian Islam yang lain. Dengan begitu besarnya peran
pendidikan maka tak ayal salah satu wadah membentuk massyarakat yang rasional
adalah dengan pendidikan. Dengan pendidikan dan pengajaran budaya tradisional
seperti menitikberatkan pada hafalan dig anti menjadi system diskusi dan
seminar yang memungkinkan terjadinya dialog, sikap kritis, dan terbuka terhadap
pemikiran yang diformulasikan oleh para pemikir dan intelektual Islam baik
klasik maupun kontenporer.
10. NURCHOLISH MADJID
A.
Pengantar
Nurcholish Madjid lahir di Mojoanyar, Jombang pada tanggal 17 Maret
1939. Nurcholish Madjid adalah seorang tokoh pembaharu yang banyak ditentang
oleh kalangan-kalangan tradisionalis. Gagasan tentang pembaharuan pesantren adalah
merupakan bagian dari cita-cita modernisasinya.
B.
Islam
Kontemporer
Cara berpikir beliau jika ditelaah dari pemikirannya, ia termasuk
dalam kelompok neo-modernisme. Pemikirannya dapat dipetakan dalam konstruksi
kesatuan gagasan tentang keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan. Corak
pemikirannya adalah dialektika antara nilai universal dari sebuah ajaran Islam
dengan nilai-nilai asli budaya Indonesia dan nilai-nilai kemodernan.
Pemikirannya diwilayah ini dilatarbelakangi oleh keinginnya
memperlihatkan bahwa Islam tidak hanya bertentangan dengan isu-isu modernitas,
tetapi juga memandang nilai-nilai yang mendukung modernisasi itu sendiri.
C.
Theologi
Gagasan theologi pemikiran teologis Nurcholish Madjid, pemikiran
teologi Islam, antara lain penjelasannya tentanng sikap pasrah terhadap Tuhan
yang Maha Esa.
D.
Islam
Agama Universal
Nurcholish Madjid banyak mengutip pandangan-pandangan Ibnu
Taimiyah, yamg memang banyak memberikan penjelasan inklusivisme dan
universalisme Islam. Al-Islam ialah persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah,
yang mencakup (pengertian0 ibadah kepada Allahsaja dan meninggalkan ibadat
kepada yang lain.
Tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya agama disisi Allah ialah al Islam. Pandangan Ibnu Taimiyah bahwa
pengertian Islam dalam ayat tersebut adalah “Islam Umum” yang juga merupakan
agama semua nabi dan rasul yang diutus. Maka menurut Nurcholish Madjid,
pandangan tersebut menunjukkan universalisme dan kosmopolitanisme Islam
sekaligus memberikan pengakuan bahwa Islam berlaku sepanjang waktu dan tempat.
E.
Pluralisme
Sistem nilai prular adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang
tidak mungkin berubah diubah dan diakhiri.
Nurcholish
Madjid memberi penegasan bahwa pluralisme dalam pandangan Islam memiliki dasar
keagamaan yangkuat dalam kitab suci.
11. ABDURRAHMAN WAHID (1940-2009)
Abdurrahman Wahid
yang biasa dikenal sebagai Gus Dur sering dianggap orang nyelneh (aneh).
Sosoknya sering berbeda pendapat dengan orang pada umumnya. Dia selalu membela
orang-orang minoritas meski akibatnya ia sendiri mendapat hujatan dari orang
banyak. Banyak orang yang tidak
mengetahui bahwa nama KH. Abdurrahman Wahid yang akrab dengan panggilan Gus Dur
ini namanya adalah Abdurrahman Ad-Dahkil (sang pendobrak). KH. Abdurrahman Wahid
merupakan cucu dari pendiri organisasi Nahdlatul Ulama’ yakni KH. Hasyim
Asy’ari.
KH. Abdurrahman
Wahid dilahirkan pada tanggal 7 September 1940 di Denanyar Jombang, dan
meninggal pada tanggal 30 Desember 2009. Ia merupakan anak pertama dari enam
bersaudara. Gus Dur lahir dari keluarga pesantren karismatik, ayah beliau KH.
Abdul Hasyim yang merupakan putera dari tokoh terkenal KH. Hasyim Asy’ari.
Sedangkan ibunya Ny. Hj. Soleha yang merupakan puteri KH. Bishri Syansuri salah
satu pendiri NU.
Beliau merupakan
tokoh fenomenal baik di lingkungan pesantren, masyarakat Nahdliyin, masyarakat
luas di negeri ini. Pergaulannya cukup komplek tanpa batas perbedaan agama,
suku, maupun etnis. Realitas ini diakui
tidak bisa dipisahkan dari bimbingan kedua orang tua beliau yang cukup
komplek pergaulannya meskipun hidup dalam tradisi pesantren. Meski demikian,
hasanah keilmuan sangatlah luas, meski berada dalam tradisi pesantren beliau
dikenal sangat inklusif, itu bisa disebabkan karena kompleksnya keilmuan beliau
sehingga kebanyakan orang tidak memahami pola pemikiran beliau karena
kecenderungan beliau memegang prinsip-prinsip berfikir pesantren dengan
tradisionalnya sembari menggabungkan pola berfikir modern khususnya
konsep-konsep kemanusiaan.
CORAK PEMIKIRAN
ABDURRAHMAN WAHID
Titik tolak
pemikiran Gus Dur bukan dengan mengagungkan modernisme, tetapi mengkritik
modernisme yang diuniversalkan dengan menggunakan pisau tradisionalisme islam.
Dalam konteks ini, ungkapan John L Esposito dan John O Voll dalam buku Makes
Contempory Islam (2001), Gus Dur adalah “modern
reformer but not Islamic modernist” (seorang pembaru modern tapi bukan
Islam modernis) sangat tepat. Kalimat tersebut bukan hanya sekedar menggambaran
afiliasi kultural dan asal-usul sosial Gus Dur, tetapi juga menggambarkan corak
dan tradisi pemikirannya yang tetap setia dengan tradisi pemikiran islam
pesantren.
Gaya pemikiran yang
dimiliki tampak jelas ketika Gus Dur menjelaskan soal universalisme Islam dan
kosmopolitanisme peradaban Islam. Dalam persoalan universalisme Islam misalnya,
Gus Dur tidak perlu langsung merujuk pada Al-Qur’an dan hadis, sebagaimana
sering digunakan kelompk islam modernis, tetapi merujuk pada teori dalam ushul fiqh yang disebut dharuriyat al-khamsah (lima hal dasar
yang dilindungi agama). Dengan demikian, menurut Gus Dur, universalisme Islam
itu tercermin dalam ajaran-ajarannya yang mempunyai kepedulian terhadap
nilai-nilai kemanusiaan yang dibuktikan dengan memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari kezaliman dan kesewenang-wenangan. Karena itu, pemerintah harus
menciptakan sebuah sistem pendidikan yang benar, dan ruang untuk memperoleh
informasi dibuka lebar. Dengan memberi makna demikian, konsep universalisme
Islam seperti menjadi sangat inklusif dan terbuka dengan berbagai kemungkinan
perkembangan modern. Islam juga tampak menjadi agama yang terbuka. Dari
sisnilah Gus Dur kemudian merumuskan konsep kosmopotalisme Islam.
Kosmopotalisme
Islam
Secara etimologi
kosmopotan berasal dari kata kosmo yang berarti jagat raya, sedangkan
kosmopolitan itu sendiri merupakan penduduknya dari berbagai penjuru yang
memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas. Dalam pandangan Gus Dur, konsep
kosmopolitan ini secara praktis
menghilangkan batasan etnis, dalam kuatnya pluralitas kebudayaan.
Kosmopolitanisme
Islam sudah ada sejak masa-masa awal perkembangan Islam. Hal ini terbukti
dengan kebersediaan Islam untuk berinteraksi dan menyerap unsur-unsur lain di
luarnya. Keterbukaan tersebut yang memungkinkan kaum muslim selama sekian abad
menyerap berbagai macam manifestasi kultural dan wawasan keilmuan yang datang
dari peradaban lain.
Kosmopolitanisme
peradaban Islam, bagi Gus Dur, muncul dalam sejumlah unsur dominan, seperti
hilangnya batasan etns, kuatnya pluralitas budaya, heteroginitas politik dan
kehidupan beragama yang eklektik selama berabad-abad. Watak kosmopolitanisme dan universalisme
digunakan Gus Dur untuk melakukan pengembangan terhadap teologi ahl-sunnah wa
al-jama’ah (aswaja) dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan
masyarakat.
Jika
selam ini faham aswaja, terutama di lingkungan NU, hanya terkait dengan masalah
teologi, fikih, dan tasawuf, bagi Gus Dur, pengenalan aswaja harus diperluas
cakupannya meliputi dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat. Tanpa melakukan
pengembangan itu, aswaja akan sekedar menjadi muatan doktrin yang tidak menjadi
relevansi sosial. Dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat yang dimaksud Gus
Dur adalah :
1. Pandangan
manusia dan tempatnya dalam kehidupan
2. Pandangan
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Pandangan
ekonomis tentang pengaturan kehidupan bermasyarakat
4. Pandangan
hubungan individu dan masyarakat
5. Pandangan
tentang tradisi dan dinamisasinya melalui pranata hukum, pendidikan, politik,
dan budaya.
6. Pandangan
tentang cara –cara pengembangan masyarakat
7. Pandangan
tentang asas-asas internalisasi dan sosialisasi yang dapat dikembangkan dalam
konteks doktrin formal yang dapat diterima saat ini..
*Terima Kasih
Selamat Membaca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar