Jumat, 16 Desember 2016

EPISTEMOLOGI (Filsafat Ilmu)



PINTU 1
PENGETAHUAN, ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU
1.      Filsafat Sebagai Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu yangmana pengindraan ini terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat yaitu objek material dan objek formal. Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu filsafat harus memenuhi kedua objek tersebut. Ada 3 dasar ilmu yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi.
Dasar antologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indra manusia jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide ide, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Dalam Dimensi structural ilmu tersusun atas komponen-komponen berikut:
1.      Objek sasaran yang ingin diketahui.
2.      Objek sasaran terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal henti.
3.      Ada alasan dan dengan sarana dan cara tertentu objek sasaran tadi terus menerus dipertanyakan.
4.      Temuan-temuan yang diperoleh selahkan demi selangkah disusun kembali dalam satu kesatuan sistem.
Pada hakikatnya setiap ilmu memiliki objek, begitu juga dengan filsafat. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek material yaitu segala yang ada. Segala yang mencakup “ada” yang tampak dan “ada” yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah alam fisik atau empiris, sedangkan yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian para filusuf membagi objek material filsafat atas 3 bagian yaitu yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.
2.      Perbedaan Filsafat Dengan Agama
Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan denga berfikir sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat membahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya. Agama dan filsafat adalah dua pokok persoalan yang berbeda. Agama banyak berbicara tentang hubungan antar manusia dengan Yang Maha Kuasa. Dalam agama samawi (Yahudi, Nasrani, dan Islam) Yang Maha Kuasa itu disebut Tuhan atau Allah, sedangkan dalam agama ardi yang kuasa itu mempunyai sebutan yang bermaam-macam : Brahma, Wisnu dan Siwa dalam agama hindu, Budha Ghautama dalam agama budha, dan sebagainya semua itu merupakan bagian dari ajaran agama dan setiap ajarana agama itulah yang menjadi objek pembahasan filsafat agama. Filsafat seperti yang di kemukakan bertujuan menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mempunyai ciri sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat.
Perbedaan antara agama dan filsafat bahwa agama banyak hubungannya dengan hati, sedangkan filsafat dengan pikiran yang dingin dan tenang. Agama dapat di identikkan dengan air yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya, sedangkan filsafat di umpamakan dengan air telaga yang jernih, tenang, dan kelihatan dasarnya.
Disisi lain Harun Nasution membandingkan filsafat agama dengan pembahasan teologi, karena setiap persoalan menjadi pembahasan tersendiri dalam teologi. Jika dalam filsafat agama pembahasan ditujukan kepada dasar setiap agama, pembahasan teologi ditujukan pada dasar-dasar agama tertentu. Dengan demikian terdapatlah teologi Islam, teologi Kristen, teologi Yahudi dan sebagainya.
Melihat sesuatu itu memerlukan pemikiran luas, dan jauh dari emosi. Tetapi harus disadari bahwa agama pada satu sisi memang ditandai unsur-unsur yang bersifat memihak pada keyakinannya sendiri. Tanpa ada sifat memihak, agama kadang kadang kurang terasa maknanya.
Dengan demikian, seorang ahli agama bisa menyelidiki ajaran agamanya sendiri, demikian juga agama lain, tetapi dia harus menyadari posisinya pada waktu meneliti agama untuk menghindari banyaknya unsur subjektif yang sering muncul dalam pikiran ahli agama itu.
3.      Perbedaan Pengetahuan Dan Kebijaksanaan
Pada kenyataanya orang bijaksana belom tentu seorang ahli ilmu pengetahuan, juga sebaliknya. Bagaimana kita harus menanggapi persoalan ini ? jawabnya adalah kita harus sadari bahwa kebijaksanaan bukan soal teori tetapi praksis. Maka untuk menjadi bijaksana kita tidak perlu menjadi ahli ilmu pengetahuan atau pun mengetahui segala sesuatu, namun yang terpenting adalah ada atau tidaknya visi integratif yang mempersatukan berbagai aspek pengalaman dan pengetahuan kita menjadi bermakna. Walau bagaimanapun juga kita tidak dapat tidak melihat realita dari berbagai aspek. Apalagi mengingat manusia adalah makhluk multi Dimensi. Harus ada visi integratif dalam melihat kenyataan tersebut.
Ada 3 poin penting yang didapat dari bahasa pengetahuan dan kebijaksanaan ini.
1.      Kebijaksanaan bukanlah soal teori namun soal praksis. Bagaimana kita bertindak dan bersikap jauh lebih penting daripada sekedar berteori belaka.
2.      Kebijaksanaan mengandaikan visi entegratif yaitu segala jenis pengetahuan yang kita miliki takkan berguna jika tidak disertai dengan kemampuan untuk mengaitkan satu sama lain.
3.      Tiga jenis pengetahuan (ilmiah, moral, dan religius) masing-masing memiliki peranan dalam menjadikan seseorang bijaksana, karena manusia harus selalu melihat keatas (Tuhan), kekanan-kiri (sesama), dan keluar (alam).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menjadi seseorang yang bijak kita harus berhati-hati dalam mereduksi segala sesuatu, kita juga harus hati-hati dalam mengeneralisasi sesuatu, karena kalau tidak kita akan jatuh kedalam subjektivitas berlebih, atau bahkan sebaliknya meniadakan unsure subjektif. Yang terpenting adalah bangunlah visi integrative dan lihatlah persoalan dalam banyak sisi niscaya kebijaksanaan akan di peroleh.
4.      Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
a.      Pengertian Filsafat Ilmu
Menurut A. Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenei ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan pra-anggapan-pra-anggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
Menurut May Brodbeck filsafat ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenei landasan-landasan ilmu.
Menurut Limas Dodi, bahwa dari uraian diatas akan diperoleh suatu gambaran filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenei hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki badi objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan? (Landasan ontologis), bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik sarana apa yang membantu dalam memperoleh pengetahuan yang berupa ilmu? (landasan epistimologis) kemudian, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaiman penentuan obyek yang ditelaah berdasarakan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik proseduran yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional.
b.      Objek Filsafat Ilmu
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah suatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran. Adapun obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof obyek material filsafat atas tiga bagian yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Dalam prespektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu dalam prinsipnya memiliki dua obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:
1.      Obyek substantive
a.       Fakta (Kenyataan)
Yaitu empiris yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta. Fakta bukan sekedar data empiric sensual, tetapi dat yang sudah dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti.
Tetapi subyektifitas di sini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif di sini dalam arti tetap selektif sejak dari pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan.
b.      Kebenaran
Rumusan subtantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada lima teori kebenaran, yaitu:
1.      Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya baik preposisi formal maupun materialnya.
2.      Kebenaran Korespondensi, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu denag fakta yang lain).
3.      Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
4.      Kebenaran Performatif yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
5.      Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktis.
2.      Obyek instrumentatif
a.       Konfirmasi
Dalam hal konfirmasi sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu:
1.      Decision Theory,  menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara hipotesis dengan evidensis memang memiliki manfaat actual.
2.      Estimation Theory, menetapkan kepastian dengan member peluang benar-salah dengan menggunakan konsep probabilitas.
3.      Reliability Theory, menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau hal lain) terhadap hipotesis.
b.      Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika dibangunoleh Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu: Principium Identitatis(Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan Principium Exclutii Tertii (Qanun Imtina’). Logika ini sering juga disebut dengan logika Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga sering disebut dengan logika tradisional.
c.       Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan cirri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu. Manusia mengembangkan kebudayaan, manusia member makna kepada kehidupan, manusia “memanusiakan diri dalam hidupnya” dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama criteria kebenaranya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja. Problem kebenaran itulah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemology.
d.      Problema Filsafat Ilmu
1.      Problem menurut D.W. Theobald
Menurut filusuf ini, dalam filsafat ilmu terdapat dua kategori problem, yaitu :
a)      Problem-problem metodologis yang menyangkut struktur pernyataan ilmiah dan hubungan-hubungan diantara mereka (the structure of sciencetific statements and the relations between them). Misalnya analisis probabilitas, peranan kesederhanaan dalam ilmu, realitas dari entitasteoretis, dalil ilmiah, sifat dasar penjelasan, dan hubungan antara penjelasan dan peramalan.
b)      Problem-problem tentang ilmu yang menyelidiki arti dan implikasi dari konsep-konsep yang di pakai para ilmuan. Misalnya kausalitas, waktu, ruang dan alam semesta.
2.      Problem menurut W.H. Walsh
Filusuf sejarah ini menyatakan bahwa filsafat ilmu mencakup sekelompok problem yang timbul dari metode dan pra-anggapan dari ilmu serta sifat dasar dan persyaratan dari pengetahuan ilmiah.
3.      Problem menurut Philip Wiener
Menurut Philip Wiener para filusuf ilmu dewasa ini membahas problem-problem yang menyangkut :
a)      Sruktur logis atau cirri-ciri metodologis umum dari ilmu-ilmu.
b)      Saling hubungan diantara ilmu-ilmu
c)      Hubungan ilmu-ilmu yang sedang tumbuh dengan tahap-tahap lainnya dari peradaban yaitu, kesusilaan, politik, seni dan agama.
e.       Manfaat Belajar Filsafat Ilmu
Berbicara seputar manfaat filsafat paling tidak dapat disistematisasikan pada beberapa poin berikut :
a)      Menumbuh-kembangkan ilmu pengetahuan menuju kemuliaan sehingga mempu menembus dimensi sekularisme dimensi ilmu pengetahuan.
b)      Membentuk dan mengembangkan wawasan epistemology ilmu pengetahuan sehingga moralitas kesarjanaan, yaitu sifat ilmiah menjadi popular.
c)      Tuntutan etis, ilmu pengetahuan dapat dipertanggungjawabkan sehingga kehidupan masyarakat yang adil dan sejartera bahagia dalam kelestarian alam lingkungan semakin nyata.
PINTU 2 :
EPISTEMOLOGI
ANTARA TEORI DAN HASIL DALAM FILSAFAT ILMU
A.    Sistematika Filsafat
1.      Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos berarti perkataan, pikiran atau ilmu. Secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur berfikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Epistemologi sering disebut dengan teori pengetahuan (theory of knowledge). Harold Titus, secara sistematis menjelaskan tiga persoalan dalam bidang epistemologi, yaitu:
a)      Apakah sumber pengetahuan itu, dan dari manakah datangnya pengetahuan yang benar, serta bagaimana cara mengetahuinya?
b)      Apakah sifat dasarnya, adakah dunia yang benar-benar diluar pikiran kita, serta kalau ada, apakah kita dapat mengetahui?
c)      Apakah pengetahuan itu valid, dan bagaimana membedakan yang benar dan salah?
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, yaitu:
1)      Metode Induktif
Metode ini mengemukakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga abjek yang dihasilakan pun akan berbeda-beda. Metode ini merupakan metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2)      Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3)      Metode Positivisme
Metode ini berawal dari apa yang telah diketahui, yang faktual dan yang positif. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gekala.
4)      Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan bahwa adanya keterbatasan  indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun juga berbeda-beda dan harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut intuisi.
5)      Metode Dialektis
Dialektike artinya cara atau metode berdebat dan berwawancara yang diangkat menjadi sarana dalam memperoleh pengertian yang dilakukan secara bersama-sama mencari kebenaran.
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan. Epistemologi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
Pertama, epistemologi Metafisika yaitu epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistimologi ini berangkat dari suatu paham tertentu tengtang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut.
Kedua, epistemologi skeptis. Epistemologi ini kita harus membuktikan dulu apa yang dapat kita ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan.
Ketiga, epistemologi kritis, epistemologi ini berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat, lalu ditanggapi secara kritis.
2.      Ontologi
Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa yunani yaitu on/ontos = ada dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada. Selanjutnya menurut A.R. lacey ontologi diartikan sebagai “a central part of metaphisics” (bagian sentral dari metafisika). Sedangkan metafisika diartikan sebagai “that which comes after physics,..... the study of nature in generla” (hal yang hadir setelah fisika,..... study umum mengenai alam).
Berikut ini adalah beberapa karakteristik ontologi seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut:
a.       Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.
b.      Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti ada atu menjadi, nyata atau penampakan dll.
c.       Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-Nya.
d.      Cabang filsafat  yang mempelajri tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
Setelah ungkapan diatas, hakikat jenis dapat dipahami sebagai titik sifat abstrak tertinggi daripada sesuatu hal. Dan secara ontologis juga hakikat pluralitas ilmu pengetahuan menurut perbedaan objek forma itu tetap dalam kesatuan sistem, baik “interdisipliner” maupun “multidisipliner”.
Interdisipliner artinya keterkaitan antar pluralitas ilmu pengetahuan dalam objek materi yang sama, sedangkan multidisipliner artinya keterkaitan antar pluralitas ilmu pengetahuan dalam objek materi yang berbeda. Berdasarkan kedua sistem tersebut, perbedaan antar ilmu pengetahuan justru mendapatkan validitasnya. Adapun aliran-aliran dalam ontologi sebagai berikut:
1)      Ontologi yang bersahaja
2)      Ontologi kuantitatif dan kualitatif
3)      Ontologi monistik
Ontologi berdasarkan cara menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dapat dibedakan sebagai berikut:
1)      Naturalisme
Yang nyata pasti bereksistensi. Ada dua macam kesimpulan yang dapat ditarik dari pendirian di atas. Pertama, sesuatu yang dianggap terdapat di luar ruang dan waktu tidak mungkin merupakan kenyataan. Kedua, apapun yang dianggap tidak mungkin untuk ditangani dengan menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam, tidak mungkin merupakan kenyataan.
2)      Materialisme
Yang terdalam ialah materi. Seorang naturalisme mendasarkan ajarannya pada pengertian “alam”, berusaha melampaui pengertian “alam” dan mendasar diri pada macam substansi atau kenyataan terdalam yang dinamakan “materi”.
3)      Idealisme
Alam sebagai sesuatu bersifat rohani. Secara umum dapat dikatakan ada dua macam kaum idealis, kaum spiritualis dan kaum dualis.
4)      Dualisme
Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
5)      Agnostisisme
Agnostisisme adalah suatu pandangan filosofis bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa dan lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas.
3.      Aksiologi
Menurut bahasa yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Dari definisi aksiologi diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, simbolik atau pun fisik material.
Menurut Bramel dalam Amsal, Aksiologi terbagi menjadi tiga bagian:
1)      Moral Conduct yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yang etika.
2)      Estetic Expression yaitu ekspresi keindahan,
3)      Socio-political Life yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a.       Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
b.      Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat ini gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c.       Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
PINTU III
RASIONALISME, EMPIRISME DAN KRITISISME
A. Rasionalisme
Pelopor dari aliran ini adalah Rene Descartes. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal. Tokoh-tokoh filsafat rasionalisme diantaranya : 
a.      Rene Descartes
Yang memberi alas kepada aliran ini ada Rene Descartes atau Cartesius (1596-1650) yang juga disebut "Bapak Filsafat Modern". Semula ia belajar pada sekolah Yesuit dan kemudian ia belajar ilmu hukum, ilmu kedokteran dan ilmu alam. Baru pada tahun 1619 ia memperoleh jurusan yang pasti dalam studinya. Menurut pendapatnya waktu itu ia mendapat wahyu Illahi, yang isinya memberitakan kepadanya bahwa ilmu pengetahuan haruslah satu, tanpa bandingnya, serta harus disusun oleh satu orang sebagai satu bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum.
Menurut Descartes untuk memulai hal-hal yang baru itu ia harus memiliki suatu pangkal pemikiran yang pasti. Pangkal pemikiran yang pasti itu menurut dia adalah melalui keragu-raguan. Hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu bahwa aku ragu-ragu (aku meragukan segala sesuatu). Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. Aku ragu-ragu atau aku berpikir dan oleh karena aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum). Inilah suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filsaft yang pertama (primum philosophicum). Aku berada karena aku berpikir. Jadi aku adalah suatu yang berpikir cogito (aku berpikir) adalah pasti, sebab cogito  "jelas dan terpilah-pilah".
Bagi manusia pertama-tama yang jelas dan terpilah-pilah adalah pengertian "Allah" sebagai tokoh yang secara sempurna tidak terbatas atau berada dimana-mana / di dalam roh kita ada suatu pengertian tentang sesuatu yang tiada batasnya. Oleh karena kita sendiri adalah makhluk yang terbatas. Maka kita tidak mungkin bahwa pengertian tentang seauatu yang tiada batasnya itu adalah hasil pemikiran kita sendiri. Arti Descartes terletak disini, bahwa ia telah memberi suatu arah yang pasti kepada pemikiran modern, yang menjadikan orang dapat mengerti aliran-aliran filsafat yang timbul kemudian daripada dia, yaitu idealisme dan positiviisme.
b. Gootfried Eihelm von Leibniz
Gootfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. Ia filosof Jerman, matematikawan, fiaikawan, dan sejarawan. Metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad. Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Substansi pada Leibniz ialah prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan " sesuatu harus mempunyai alasan". Bahkan Tuhan harus mempunyai alasan untu setiap yang dicintai-Nya. Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebutka substansi-substansi itu monad. Setiap monad berbeda dengan yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad  yang tidak dicipta) adalah Pencipta monad-monad  itu.
c. Blaise Pascal
Orang yang ketiga yang kita bicarakan adalah Blaise Pascal  (1623-1662). Ia adalah seorang ahli ilmu pasti, ahli ilmu alam dan seorang filsuf. Disatu pihak ia sama halnya dengan Descartes, mencintai ilmu pasti dan ilmu alam, akan tetapi di lain pihak ia menampakkan perbedaan dengan Descartes. Perbedaannya terletak pada pengertian tentang sifat ilmu alam jauh melebihi Descartes. Filsafat pascal mewujudkan suatu dialog diantara manusia yang konkrit dengan Allah. Di dalam realitas hidup manusia terdapat tiga macam tertib, yaitu tertib bendawi, tertib rohani dan tertib kasih. Segala pengetahuan dimulai dengan gambaran-gambaran inderawi. Kemudian ditingkatka hingga sampai kepada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif.
d. Spinoza(1632-1677 M)
Latar belakang pemikiran Spinoza ini adalah pengertian aktivitas. Aktivitaslah yang membawanya kepada kesempurnaan. Ajaran Spinoza di bidang metafisik menunjukkan kepada suatu ajaran Monistis yang logis, yang mengajarkan bahwa dunia sebagai keseluruhan, mewujudkan suatu substansi tunggal. Ajaran ini didasarkan atas keyakinan, bahwa tiap hal memiliki suatu subjek tunggal dan suatu predikat tunggal, sehingga harus disimpulkan, bahwa segala hubungan dan kejamakan adalah semu.
B. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirisko, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat pasial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
John Locke bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya  mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki kemampuan. Mula-mula tangkapan indera itu sederhana, lama kelamaan menjadi kompleks, lalu tersusunlah pengetahuan.
David Hume adalah salah satu tokoh empirisme mengatakan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu :
1. Kesan-kesan (impression)
Maksudnya adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar.
2. Ide-ide (ideas)
Maksudnya gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau ter-refleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Berikut tokoh-tokoh pengikut aliran empirisme :
a. Francis Bacon (1210-1292 M)
Menurut Farancis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang di terima orang melalui persentuah inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon selanjutnya : kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan. Itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.
b. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat di sentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data inderawi belaka.
c. John Locke (1632-1704 M)
Ia merupakan filosuf Inggris yang banyak mempelajari agama Kristen. Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafiaika . ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Deacartes. Ia juga menolak metode deduktif Descartes, dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman. Jadi induksi, bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Buku Locke, essay Concerming Human Understanding (1689 M), ditulis berdasarkan satu premis yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan idea untuk konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak adanya innate ide, termasul apa yang diajarkan oleh Descartea, Clear and Distinict Idea. Adequate Idea dari Spinoza, truth of reason dari Leibniz, semuanya ditolak.
d. David Hume (1711-1776 M)
Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic, skeptik tingkat tertinggi. Ia dibicarakan disini sebagai seorang skeptis, dan terutama sebagai seorang empiris. Menurut Bertrans Russel, yang tidak dapat diragukan lagi pada Hume ialah seorang skeptis. Buku Hume Treatise of Human Nature (1739 M), ditulisnya tatkala ia masih muda, yaitu tatkala ia berumur dua puluh tahunan, bagian awal buku itu tidak banyak menarik perhatian orang, karenanya. Hume pindah ke subjek lain, lalu ia menjadi seorang yang  terkenal sebagai sejarawan. Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal. An Equiry Concerning Human Understanding. Baik buku Treatise maupun buku Enquiry kedua-duanya menggunakan metode empirisme, sama dengan John Locke. Sementara Locke hanya sampai pada idea yang kabur yang tidak jelas berbasi pada sensasi (khususnya tentang substansi dan Tuhan), Hume lebih kejam.
e. Herbert Spencer (1820-1903 M)
Filsafat Herbert Spencer berpusat pada teori evolusi. Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau gejala-gejala. Secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi antara gejala. Di belakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh Spencer disebut yang tidak diketahui (the great unknowable). Akhirnya Spencer mengatakan : idea-idea keilmuan pada akhirnya adalh penyajian realistis yang tidak dapat dipahami". Inilah yang dimaksud dengan the great unknowable, teka-teki besar.
Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari pancaindera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu sebatas ide yang kabur.
C. Kritisisme
Aliran ini dimulai di Inggris, kemudian Prancis dan selanjutnya menyebar keseluruh Eropa, terutama di Jerman. Di jerman pertentangan antara rasionalisme dan empirisme terus berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Aliran filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di intodusir oleh Immanuel Kant.  Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Kant mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dengan kritisismenya. Adapun ciri-ciri kritisisme :
a.       Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
b.      Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu. Rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
Kant menciptakan Kritisisme ini untuk menyelesaikan pertikaian antara rasionalisme dan empirisme. Untuk itulah ia menulis 3 buku yang berjudul :
1.      Kritik der Rainen Vernuft  (kritik atas rasio murni)
2.      Kritik der Urteilskraft (kritik atas dasar pertimbangan)
3.      Kritik rasio praktis.
Dan berikut dipaparkan kritik terhadap rasionalisme, empirisme dan kombinasi antara keduanya :
a. Kritik terhadap Rasionalisme
Dalam hal ini ada tiga macam kritik yang dilontarkan Kant, yaitu :
a. Critique of Pure Reason (kritik atas rasio murni)
Kritisme Kant dapat dianggap sebagi suatu usaha besar untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Menurut Kant, baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan perpaduan antara sintesa unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori. Walaupun Kant sangat mengagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat radikal dan konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisisme yang dianut Hume dengan membuat kesimpulan bahwa dalam ilmu pengetahuan kita tidak mampu mencapai kepastian.
b. Critique of Partical Reason (kritik atau rasio)
Rasio dapat menjalankan ilmu pengethuan, sehingga rasio disebut rasio teoritis atau menurut istilah Kant sendiri adalah rasio murni. Akan tetapi, di samping rasio murni terdapat apa yang disebut rasio praktis yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan, atau dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebutnya sebagai imperatif kategori.
c. Critique of Judgement atau kritik atas daya pertimbangan
Critique of judgement  atau kritik atas daya pertimbangan sebagai konsekuensi dari "kritik atas rasio murni" dan " kritik atas rasio praktis adalah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud dari kritik of judgement  ialah mengerti kedua persesuaian kedua lapangan ini. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).
Bentuk lain dari kritik terhadap rasionalisme adalah  sebagai berikut :
1.)    Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
2.)    Banyak diantara manusia manusia yang berpikiran jauh, merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.
b. Kritik terhadap Empirisme
Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman?
a.       Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan pancaindera.
b.      Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indera kiranya melupakan kenyataan bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
c.       Empirisme tidak memberikan kita kepastian.
c. Kombinasi antara Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Emang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian ini, karena ilmuan mengunpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data inderawi.
PINTU IV
METODOLOGI ILMU PENGETAHUAN
A.    Pengertian Metodologi
Menurut Anton Bakker metode adalah cara bertindak menurut aturan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain, metode juga pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah “metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan logos, metodhos berarti cara dan logos berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian metodologi adalah metode atau cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.
Selain itu metodelogi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi metode penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang digunakan dalam penelitian.
B.     Unsur-unsur Metodologi
Unsur-unsur metodologi Anton Bakker dan Achmad Zubair antara lain dijelaskan sebagai berikut :
1.      Interpretasi
Artinya menafsirkan, membuat tafsiran yang harus bertumpu pada evidensi objektif untuk mencapai kebenaran yang autentik.
2.      Induksi dan Deduksi
Bukan seperti bahasa indonesia yang dimaksud disini tetapi induksi merupakan wahyu / teori lalu muncul penelitian dan deduksi adalah penelitian lalu muncul teori.
3.      Koherensi Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat dengan menunjukkan semua unsur stuctural dilihat dalam suatu struktur yang konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal relation.
4.      Holistis
Tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai kebenaran secara utuh, dimana objek dilihat dari interaksi dengan seluruh kenyataannya.
5.      Kesinambungan Historis
Dalam perkembangan pribadi manusia, harus dapat dipahami melalui suatu proses kesinambungan.
6.      Idealisasi
Upaya dalam penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau sempurna.
7.      Komparasi
Usaha memperbandingkan sifat hakiki dalam objek penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam.
8.      Heuristika
Metode untuk menemuka jalan baru secara ilmiah untuk memecahkan masalah.
9.      Analogikal
Filsafah meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam fakta dan data.
10.  Deskripsi
Data yang dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap.

C.     Metodologi Ilmu Pengetahuan
Metode adala cara-cara penyelidikan bersifat keilmuan, yang sering disebut metode ilmiah (science methods). Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu pengetahuan, menjadi lebih khusus dan terbatas lingkupan studinya.
Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara atau langkah yang biasanya dipakai ilmuwan untuk membuktikan suatu ilmu pengetahuan. Metode ilmiah mempunyai keunggulan dan keterbatasan yaitu:
1.      Keunggulan Metode Ilmiah:
Penerapan metode ilmiah disetiap penyelesaian masalah dapat melatih kebiasaan berpikiryang sistematis, logis, dan analitis serta memupuk sifat jujur, objrktif, terbuka, disiplin, dan toleran serta tidak percaya hal-hal yang berbau ghaib atau takhayul.
2.      Keterbatasn Metode Ilmiah
1)      Kebenaran bersifat tentative atau sementara
2)      Dua fakta yang berkaitan belum tentu merupakan sebab-akibat.
Metode ilmiah menghasilkan ilmu yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, dalam kaitan ini ilmu berperan:
1)      Mendeskripsikan
2)      Eksplanasi
3)      Meramalkan
4)      Mengontrol
D.    Susunan Ilmu Pengetahuan
Dalam struktur-struktur limas ilmu ada lima asas yaitu:
1)      Observasi: merupakan yang berhubungan dengan pengamatan langsung.
2)      Empiris: istilah yang menghimpun sekelompok observasi.
3)      Istilah Terbuat: menunjuk sesuatu yang tidak dapat langsung diamati, namun tetap terjadi lantaran observasi.
4)      Istilah Timbrung: sedikit lebih jauh dari pengamatan, karena tidak berhubungan langsung dengan pengubah-penguabah.
5)      Istilah Teoritis: istilah teoritis tidak boleh dikenakan hanya satu tafsiran mengenai istilah-istilah observasi, tetapi justru memberi kelonggaran kepada banyak kemungkinan penafsiran, baik yang sudah ada, ataupun yang akan timbul.
E.     Langkah-Langkah dalam Ilmu Pengetahuan
1.      Merumuskan Masalah
Gambaran terhadap sesuatu yang dijadikan permasalahan.
2.      Mengumpulkan Data
Kumpulan data bisa berupa informasi yang mengarah dan dekat dengan pemecahan masalah.
3.      Merumuskan Hipotesis
Membuat jawaban sementara yang disusun berdasarkan data-data yang diperoleh.
4.      Membuat Analisis untuk Mendapatkan Kesimpulan
Menarik kesimpulan harus berdasarkan analisis data-data, agar dapat menarik kesimpulan dibutuhkan fakta-fakta yang cukup dan mendukung hipotesis.
5.      Penarikan Kesimpulan
Dalam menarik kesimpulan harus memusatkan diri pada penalaran ilmiah.
F.      Objektivitas Ilmu Pengetahuan dan Sifat Dasar Kebenaran Ilmiah
Secara bahasa objektivitas dapat dipahami sebagai sebuah sikap yang menggambarkan adanya kejujuran, bebas dari pengaruh pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dal lain-lain, khususnya dalam upaya untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan.
Berpikir merupakan kegiatan berakal untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan yang menggabungkan induksi dan deduksi. Dengan demikian, berpikir ilmiah atau metode keilmuan merupakan kombinasi antara empirisme dan rasionalisme.
PINTU V
EPISTEMOLOGI BAYANI,BURHANI,DAN IRFANI
A.    Epistemologi Bayani
Epistemologi adalah hakikat pengetahuan,sedangkan Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks (nash) baik secara langsung atau tidak langsung.Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi,langsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran,secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran,hal tersebut bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksrdnya,tetapi tetap harus bersandar pada teks.
1.                   Sumber Pengetahuan Bayani
Nash adalah sebagai sumber pengetahuan bayani yang didalamnya terdapat  al-qur.an dan as-sunnah,karena sebagai sumber pengetahuan benar tidaknya tranmisi teks menentukan benar salahnya ketentuan hukum yang diambil,tentang nash al-qur’an meskipun sebagai sumber utama,tetapi tidak selalu memberikan ketentuan pasti.
2.                  Metode dan Pendekatan yang Digunakan dalam Bayani
1)      Metode Qiyas
·         Berpegang pada redaksi (lafazh) teks dengan menggunalkan kaidah bahasa arab,seperti nahw dan sharaf sebagai analisa.
·         Menggunakan metode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama epistemologi bayani,qiyas diartikan sebagai membrikan keputusan hukum suatu masalah bedasarkan masalah lain yang telah ada kepastian hukumnya dalam teks,karena adanya kesamaan illah.
2)      Metode Istibath/Istdlal
Artinya bahwa istibath hukum dari an-nusush ad-diniyah dan al-qur’an khususnya,pendekatan bayani adalah linguistik,karena dalam hal ini pendekatan bayani menggunakan alat bantu (instrumen) berupa ilmu ilmu kebahasan dan uslub-uslubnya serta asbab an –nuzul dan qiyas serta istinbath atau istdlal sebagai metodenya.
       2)          Pendukung dan validitas keilmuwan bayani
·         Pendukung keilmuwan bayaniEpistemologi bayani didukung oleh pola pikir kaum teolog/ahli kalam,ahli fiqih dan ahli bahasa,pola pikir tekstual bayani lebih dominan secara politis dan membentuk corak pemikiran keislaman yang hegemonik.
·         Validitas keilmuwan bayani
Validitas keilmuwan bayani tergantung pada kedekatan dan keserupaan teks atau nash dan realitas.Pola pikir bayani lebih mendahulukan qiyas al illah untuk fiqih,dan qiyas dalalah untuk kalam,nalar epistemologi bayani selalu mencurigai akal pikiran,karena dianggap akan menjauhi kebenaran tekstual.
B. Epistemologi Burhani
Al-Burhani secara sederhana diartikan sebagai suatu aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran proposisi (qadliyah) melalui pendekatan deduktif.Sedang dalam pengertian umum,burhani adalah aktivitas nalar yang menetapkan kebenaran suatu premis,jika dibandingkan dengan ke dua epistemologi yang lain,bayani dan irfani,dimana bayani menjadikan teks,ijma’,dan ijtihad sebagai otoritas dasar dan bertujuan untuk membangun konsepssi tentang alam untuk memperkuat akidah agama,(islam).Sedang irfani menjadikan al kasyf sebagai satu-satunya jalan di dalam memperoleh pengetahuan dan sekaligus bertujuan mencapai maqam bersatu dengan Tuhan,maka burhani lebih bersandar pada kekuatan natural manusia berupa indra,pengalaman,dan akal di dalam mencapai pengetahuan.
Karakteristik epistemologi burhani yaitu setiap ilmu burhani berpola dari nalar burhani  dan nalar burhani bermula dari proses abstraksi yang bersifat akali terhadap realitas sehingga muncul makna,sedang makna sendiri butuh aktualisasi sebagai upaya untuk bisa dipahami dan dimengerti,sehingga disinilah ditempatkan kata-kata dengan redaksi lain,kata-kata sebagai alat komunikasi dan sarana berpikir disamping sebagai simbol pernyataan makna.Mayor untuk premis yang pertama dan premis minor untuk premis yang kedua yang kedua-duanya saling berhubungan dan darinya ditarik kesimpulan logis.Dalam burhani menuntut penalaran yang sistematis,logis,saling berhubungan dan konsisten antara premis-premisnya juga secara benar koheren dengan pengalaman yang ada,begitupula tesis kebenaran konsistensi atau koherensi.Perbedaan mendasar antara penalaran dengan epistemologi bayani dan burhani adalah inferensi pada bayani didasarkan atas lafal,sedangkan pada epistemologi burhani didasarkan pada makna.

   C.Epistemologi Irfani
Epistemologi Irfani merupakan sebuah cabang ilmu filsafat islam yang kemudian membentuk disiplin ilmu secara otonom.Irfani ( bentuk infinitif dari kata ‘arafa yang berarti mengetahui) ini erat kaitannya dengan konsep tasawuf,ma’rifat.Karena itu,pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani,yang setidaknya diperoleh dari tiga tahapan yaitu :
a)      Persiapan
Ada tujuh tahapan yang harus dijalani,mulai dari bawah menuju puncak : Taubat,Wara’(menjauhkan diri dari segala sesuatu yang subhat),Zuhud(tidak tamak dan dan tidak mengutamakan kehidupan dunia),Faqir ( mengosongkan seluruh pikiran,tidak menghendaki apapun kecuali ALLAH SWT),Sabar,Tawakkal,Ridla (hilangnya rasa ketidak senangan dalam hati sehingga yang tersisa hanya gembira dan suka cita).
b)      Penerimaan
Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas kesadaran diri yang demikian mutlak (kasyf),sehingga dengan kesadaran itu ia mampu melihat realitas kesadaran dirinya sendiri (musyahadah) sebagai objek yang diketahui.
c)      Pengungkapan
Yakni pengalaman mistik diinterpretasikan dan diungkapkan kepada orang lain,lewat ucapan atau tulisan,namun karena pengetahuan irfani bukan masuk tatanan konsepsi dan representasi tetapi terkait dengan kesatuan simpleks kehadiran Tuhan dalam diri dan kehadiran diri dalam tuhan,sehingga tidak bisa dikomunikasikan,maka tidak semua penglaman bisa diungkapkan.Ungkapan – ungkapan yang dihasilkan oleh pemikiran secara irfani seringkali menjadi tidak beraturan dan di luar kesadaran,karena keluar saat seseorang mengalami suatu pengalaman intuitif yang sangat mendalam yang disebut gnosis,sehingga sering tidak sesuai dengan kaidah teologis maupun epistemologis tertentu,sehingga karena itu cenderung pula ia sering dihujat dan dinilai menyimpang.
PINTU VI
ILMU PENGETAHUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Secara historis, pelaksanaan pendidikan islam telah mengalami dinamika perkembangan yang pesat sesuai dengan konteks perkembangan zaman kaum muslimin. Masa dinasti umayyah yang meletakan dasar-dasar bagi kemajuan pendidikan sehingga disebut masa inkubasi atau masa perkembangan intelektual islam.
Pendidikan islam telah berlangsung kurang lebih 14 abad, yakni sejak nabi Muhammad diutus sebagai rosul, pada awalnya pendidikan berlangsung secara sederhana dengan masjid sebagai pusat proses pembelajaran, Al-qur’an dan hadits sebagai kurikulum utama dan rosul sebagai gurunya.
Setelah rosulullah wafat pendidikan islam-pun berkembang, yakni ditandai adanya perubahan kurikulum pendidikan. Perkembangan pendidikan islam juga diiringi  dengan munculnya tokoh-tokoh pemikiran kependidikan islam, seperti Ibnu Khaldun, Hasan Al-Banna, Hasan Langgulung dan lain-lain. Masing-masing memiliki konsep pemikiran yang berbeda-beda antara pemiki satu dengan yang lainya, dan pemikiran tersebut dijadikan acuan dalam penegmbangan pendidikan islam sampai sekarang.
Secara khusus pemikiran pendidikan islam memilki tujuan sangat komplek diantaranya adalah:
1.      untuk membangun kebiasaan berfikir ilmiah, dinamis dan kritis terhadap persoalan-persoalan diseputar pendidikan islam.
2.      Untuk memberikan dasar berfikir inklusif terhadap ajaran islam dan akomodatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh intelektual diluar islam.
3.      Untuk menumbuhkan semangat berijtihat, sebagimana yang ditujukan oleh rosulullah dan para kaum intelektual muslim pada abad pertama sampai abad pertengahan, terutama dalam merekontruksi system pendidikan islam yang lebih baik.
4.      Untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan system pendidikan nasional.
Wacana pemikiran pendidikan islam masa nabi sudah tentu tidak sesistematis dan secangih yang ada sekarang. Meskipun demikian perhatian umat terhadap ilmu pengetahuan jelas sangat tinggi dan hal ini terwujud sesuai dengan kondisi social saat itu. Ada empat alasan pentingnya pelacakan pendidikan dan sesudahnya, yaitu: pertama, dalam tatanan kehidupan masyarakat yang dinamis, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada generasi mudah, bahkan pendidikan seringkali dijadikan tolak ukur.
Renasains merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renasains yaitu humanisme, individualism, sekularisme, empirisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanism.
Munculnya dinamika pembaharuan pemikiran yang dilakukan sejumlah intelektual muslim dari masa ke masa, tidak terlepas dari kondisi objektif sosisal-budaya dan social-keagamaan umat islam itu sendiri. Sederetan intelektual muslim sejak masa awal sampai pada era posmodernisme telah berupaya merekontruksikan guna terciptanya system pendidikan islam yang ideal. Kelompok intelektual muslim tersebut antar lain adalah:
  1. Ibnu maskawai
Pemikiranya tentang pendidikan lebih berorientasi pada pentingnya pendidikan akhlak. Ibnu maskawai menyatakan tujuan pendidikan adalah terwujudnya sikap batin yang secara spontan mampu menddorong lahirnya perilaku dalam memperoleh karomah-perilaku yang demikian akan sangat membantu peserta didik dalam memperoleh kesempurnaan.
  1. Ibnu sina
Hasil pemikiran ibnu sina diantaranya adalah:
1.      Falsafah wujud
2.      Falsafah faidh
3.      Falsafah jiwa
  1. Ibnu khaldun
Pemikiran ibnu khaldun adalah pada bidang pendidikan islam dalam melaksanakan pendidikan, maka menurut khaldun paling tidak ada dua tujuan yang perlu disentuh yakni jasmania dan rohania.  

  1. Muhammad abdus ibn hasan khairuddin.
Menurut abduh metode yang kuno sudah tidak relevan lagi dalam perkembangan zaman dewasa ini, abduh menawarkan petode pendidikan yang lebih lebih dinamis dan kondusif bagi perkembangan intelektual. Metode yang dimaksud adalah diskusi.
  1. Ismail raji al-faruqi
Menurut al-faruq islam saat ini berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dan lemah, baik dalam moral, politik, ekonomi terutama komunitas intelektual dalam wacana keagamaan. Kondisis ini membuat umat islam berada dalam kondisi statis dan enggan melakukan kreativitas.
  1. Perkembangan Ilmu Di Dunia Islam
Islam sangat menghargai ilmu, ini terlihat sajak kemunculan agama islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, saat beliau menerima wahyu pertama dengan perintah “iqra’ (bacalah). Masa kegelapan barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat muslim, sesuatu yang berusaha di tutup-tutupi oleh barat karena pemikiran ekonomi muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri oleh para ekonomi barat.
Menurut harun nasution, keilmuan berkembang pada zaman islam klasik. Sekitar abad ke 6-7 M obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan peradaban islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti: al-razi dengan karya Al-Awi, Ibnu Sina dengan karyanya al-qorun,Rrhazas dengan karyanya continens, Al-Khawariz dengan karnya aljabar, Ibnu Rushd seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karya aristoteles, Al-Idris yang membuat peta. Sedangkan dalam bidang kimia ada Jabir Ibn Ayyan dan Al-Biruni. Selain bidang ilmu diatas, umat islam juga menemukan logika dan filsafat sebut saja Al-Khindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghozali, Ibn Bajjah, Ibn Aufayl, Dan Ibn Rushd.
Pada zaman itu islam juga menjadi pemimpin dibidang ilmu alam. Istilah zenith, nadir dan azimuth membuktikan hal itu.  Angka yang ,asih dipakai sampai sekaran, yang berasal dari india telah di masukkan ke eropa oleh bangsa arab. Sumbangan sarjana islam dapat diklasifikasikan kedalam tiga bidang, yaitu:
1.      Menerjemahkan peninggalan bangsa yunani, menyebarluaskan sedemikian rupa, seingga dapat dikenal dunia barat sampai sekarang ini.
2.      Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, ostronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
3.      Menegaskan system decimal dan dasar-dasar aljabar.
  1. Peranan Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang shopia adalah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh plato dan ditruskan oleh muridnya aristoteles. Al-khindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan plato dan aristoteles. Pada zaman abbasiyah, al-khindi diperintahkan untuk menyalin karya plato dan aristoteles kedalam bahasa arab.
Spanyaol telah mencatat satu lembaran budaya yang sanagt berlian dalam bentangan sejarah islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan yunani-arab ke eropa pada abad ke 12 M. kemajuan umat islam ini bertahan hingga beberapa abad sebelum akhirnya meredup seiring dengan runtuhnya dinasti ummayyah dan dinasti abbasiyah.
Atas inisiatif al-hakam, karya-karya ilmiah dan filosofis di impor dari timur dalam jumlah besar, sehingga cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan di dunia islam. Apa yang dilakukan pemimpin dinasti umayyah di spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar masa sesudahnya.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat arab-spanyol adalah Ibn Bajjah, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Sedangkan yang keduan adalah Ibn Thufail dengan karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay Ibn Yaqzhan.
Pengaruh peradaban islam, termasuk didalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemudakristen eropa yang belajar di universitas-universitas islam di spanyol. Selama belajar di spanyol mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Setelah pulang kenegerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama.
Pengaruh ilmu pengetahuan islam atas eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke 12 M itu menimbulkan gerakan kembali pusaka yunani di eropa pada abad ke 14 M. berkembangnya pemikiran yunani di eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan arab yang di pelajari dan kemudian diterjemahkan kembali kedalam bahasa latin.
Walaupun islam akhirnya terusir dari spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidangi gerakan-gerakan penting di eropa. Gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan yunani klasik pada abad ke 14 M, rasionalisme pada abad ke 17 M, dan pencerahan pada abad ke 18 M.
Meskipun kelahiran ilmu pengetahuan bersumber dari yunani kuno, namun perkembanganya justru di mulai sejak masa keemasan dunia islamdalam perkembangan ilmu pengetahuan sekarang, namunmenurut berbagai sumber menyimpulkan bahwa distorsi terhadap fakta sejarah pada saat dark age. Ada semacam upaya penghapusan jejak hasil peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan ilmuwan muslim yang pernah menorehkan keilmuan yang begitu gemilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar