PINTU 1
PENGETAHUAN, ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU
1.
Filsafat
Sebagai Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu yangmana pengindraan ini terjadi melalui panca indra
manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang
sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.
Ilmu
adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu adalah
pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus memenuhi
syarat yaitu objek material dan objek formal. Setiap bidang ilmu baik itu ilmu
khusus maupun ilmu filsafat harus memenuhi kedua objek tersebut. Ada 3 dasar
ilmu yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi.
Dasar
antologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indra manusia jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat
empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide ide,
nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Dalam Dimensi structural ilmu tersusun atas
komponen-komponen berikut:
1.
Objek
sasaran yang ingin diketahui.
2.
Objek
sasaran terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal henti.
3.
Ada
alasan dan dengan sarana dan cara tertentu objek sasaran tadi terus menerus
dipertanyakan.
4.
Temuan-temuan
yang diperoleh selahkan demi selangkah disusun kembali dalam satu kesatuan
sistem.
Pada
hakikatnya setiap ilmu memiliki objek, begitu juga dengan filsafat. Filsafat
sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek
material yaitu segala yang ada. Segala yang mencakup “ada” yang tampak dan
“ada” yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah alam fisik atau empiris,
sedangkan yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian para filusuf
membagi objek material filsafat atas 3 bagian yaitu yang ada dalam kenyataan,
yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.
2.
Perbedaan
Filsafat Dengan Agama
Filsafat
dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh
sebab itu, banyak kaitan denga berfikir sementara agama banyak terkait dengan
pengalaman. Filsafat membahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang
diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur
kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu
memperhatikan aspek logisnya. Agama dan filsafat adalah dua pokok persoalan
yang berbeda. Agama banyak berbicara tentang hubungan antar manusia dengan Yang
Maha Kuasa. Dalam agama samawi (Yahudi, Nasrani, dan Islam) Yang Maha Kuasa itu
disebut Tuhan atau Allah, sedangkan dalam agama ardi yang kuasa itu mempunyai
sebutan yang bermaam-macam : Brahma, Wisnu dan Siwa dalam agama hindu, Budha
Ghautama dalam agama budha, dan sebagainya semua itu merupakan bagian dari
ajaran agama dan setiap ajarana agama itulah yang menjadi objek pembahasan
filsafat agama. Filsafat seperti yang di kemukakan bertujuan menemukan
kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mempunyai ciri sistematis,
jadilah ia kebenaran filsafat.
Perbedaan antara agama dan filsafat bahwa agama
banyak hubungannya dengan hati, sedangkan filsafat dengan pikiran yang dingin
dan tenang. Agama dapat di identikkan dengan air yang terjun dari bendungan
dengan gemuruhnya, sedangkan filsafat di umpamakan dengan air telaga yang
jernih, tenang, dan kelihatan dasarnya.
Disisi lain Harun Nasution membandingkan
filsafat agama dengan pembahasan teologi, karena setiap persoalan menjadi
pembahasan tersendiri dalam teologi. Jika dalam filsafat agama pembahasan
ditujukan kepada dasar setiap agama, pembahasan teologi ditujukan pada
dasar-dasar agama tertentu. Dengan demikian terdapatlah teologi Islam, teologi
Kristen, teologi Yahudi dan sebagainya.
Melihat sesuatu itu memerlukan pemikiran luas,
dan jauh dari emosi. Tetapi harus disadari bahwa agama pada satu sisi memang
ditandai unsur-unsur yang bersifat memihak pada keyakinannya sendiri. Tanpa ada
sifat memihak, agama kadang kadang kurang terasa maknanya.
Dengan demikian, seorang ahli agama bisa
menyelidiki ajaran agamanya sendiri, demikian juga agama lain, tetapi dia harus
menyadari posisinya pada waktu meneliti agama untuk menghindari banyaknya unsur
subjektif yang sering muncul dalam pikiran ahli agama itu.
3.
Perbedaan
Pengetahuan Dan Kebijaksanaan
Pada kenyataanya orang bijaksana belom tentu
seorang ahli ilmu pengetahuan, juga sebaliknya. Bagaimana kita harus menanggapi
persoalan ini ? jawabnya adalah kita harus sadari bahwa kebijaksanaan bukan
soal teori tetapi praksis. Maka untuk menjadi bijaksana kita tidak perlu menjadi
ahli ilmu pengetahuan atau pun mengetahui segala sesuatu, namun yang terpenting
adalah ada atau tidaknya visi integratif yang mempersatukan berbagai aspek
pengalaman dan pengetahuan kita menjadi bermakna. Walau bagaimanapun juga kita
tidak dapat tidak melihat realita dari berbagai aspek. Apalagi mengingat
manusia adalah makhluk multi Dimensi. Harus ada visi integratif dalam melihat
kenyataan tersebut.
Ada 3 poin penting yang didapat dari bahasa
pengetahuan dan kebijaksanaan ini.
1.
Kebijaksanaan
bukanlah soal teori namun soal praksis. Bagaimana kita bertindak dan bersikap
jauh lebih penting daripada sekedar berteori belaka.
2.
Kebijaksanaan
mengandaikan visi entegratif yaitu segala jenis pengetahuan yang kita miliki
takkan berguna jika tidak disertai dengan kemampuan untuk mengaitkan satu sama
lain.
3.
Tiga
jenis pengetahuan (ilmiah, moral, dan religius) masing-masing memiliki peranan
dalam menjadikan seseorang bijaksana, karena manusia harus selalu melihat
keatas (Tuhan), kekanan-kiri (sesama), dan keluar (alam).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk
menjadi seseorang yang bijak kita harus berhati-hati dalam mereduksi segala
sesuatu, kita juga harus hati-hati dalam mengeneralisasi sesuatu, karena kalau
tidak kita akan jatuh kedalam subjektivitas berlebih, atau bahkan sebaliknya
meniadakan unsure subjektif. Yang terpenting adalah bangunlah visi integrative
dan lihatlah persoalan dalam banyak sisi niscaya kebijaksanaan akan di peroleh.
4.
Ruang
Lingkup Filsafat Ilmu
a.
Pengertian
Filsafat Ilmu
Menurut A. Cornelius Benjamin, filsafat ilmu
merupakan cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenei
ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
pra-anggapan-pra-anggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.
Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat
ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dari teori-teori ilmiah dan
hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
Menurut May Brodbeck filsafat ilmu adalah
analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan
mengenei landasan-landasan ilmu.
Menurut Limas Dodi, bahwa dari uraian diatas
akan diperoleh suatu gambaran filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang
ingin menjawab pertanyaan mengenei hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi
ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana
wujud yang hakiki badi objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi
dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan? (Landasan
ontologis), bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut
kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik sarana apa yang membantu dalam
memperoleh pengetahuan yang berupa ilmu? (landasan epistimologis)
kemudian, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaiman
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaiman
penentuan obyek yang ditelaah berdasarakan pilihan-pilihan moral? Bagaimana
kaitan antara teknik proseduran yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral/professional.
b.
Objek
Filsafat Ilmu
Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam
obyek, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah suatu yang
dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu
kedokteran. Adapun obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material
tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses
berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki obyek material dan obyek
formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang
tampak maupun ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris,
sedang ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof obyek
material filsafat atas tiga bagian yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada
dalam alam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun obyek formal
filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang
segala yang ada.
Dalam prespektif ini dapat diuraikan bahwa
filsafat ilmu dalam prinsipnya memiliki dua obyek substantif dan dua obyek
instrumentatif, yaitu:
1.
Obyek
substantive
a.
Fakta
(Kenyataan)
Yaitu empiris yang dapat dihayati oleh manusia.
Dalam memahami fakta. Fakta bukan sekedar data empiric sensual, tetapi dat yang
sudah dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti.
Tetapi subyektifitas di sini tidak berarti
sesuai selera peneliti, subyektif di sini dalam arti tetap selektif sejak dari
pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan.
b.
Kebenaran
Rumusan subtantif tentang kebenaran ada
beberapa teori, menurut Michael Williams ada lima teori kebenaran, yaitu:
1.
Kebenaran
Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya
baik preposisi formal maupun materialnya.
2.
Kebenaran
Korespondensi, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada
adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu denag
fakta yang lain).
3.
Kebenaran
Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan
lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
4.
Kebenaran
Performatif yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap
benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
5.
Kebenaran
Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila
mempunyai kegunaan praktis.
2.
Obyek
instrumentatif
a.
Konfirmasi
Dalam hal konfirmasi sampai saat ini dikenal
ada tiga teori konfirmasi, yaitu:
1.
Decision
Theory,
menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara hipotesis
dengan evidensis memang memiliki manfaat actual.
2.
Estimation
Theory, menetapkan kepastian dengan member peluang
benar-salah dengan menggunakan konsep probabilitas.
3.
Reliability
Theory, menetapkan kepastian dengan mencermati
stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau hal lain)
terhadap hipotesis.
b.
Logika
Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe
tata pikir. Pada mulanya logika dibangunoleh Aristoteles (384-322 SM) dengan
mengetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu: Principium
Identitatis(Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan
Principium Exclutii Tertii (Qanun Imtina’). Logika ini sering juga
disebut dengan logika Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles
tersebut adalah membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya
Logika Aristoteles juga sering disebut dengan logika tradisional.
c.
Ruang
Lingkup Filsafat Ilmu
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu
yang merupakan cirri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk
yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan hal-hal
baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari
itu. Manusia mengembangkan kebudayaan, manusia member makna kepada kehidupan,
manusia “memanusiakan diri dalam hidupnya” dan masih banyak lagi pernyataan
semacam ini, semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam
hidupnya mempunyai tujuan tertentu.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama
criteria kebenaranya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda.
Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan
tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah
untuk mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja.
Problem kebenaran itulah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemology.
d.
Problema
Filsafat Ilmu
1.
Problem
menurut D.W. Theobald
Menurut filusuf ini, dalam filsafat ilmu
terdapat dua kategori problem, yaitu :
a)
Problem-problem
metodologis yang menyangkut struktur pernyataan ilmiah dan hubungan-hubungan
diantara mereka (the structure of sciencetific statements and the relations
between them). Misalnya analisis probabilitas, peranan kesederhanaan dalam
ilmu, realitas dari entitasteoretis, dalil ilmiah, sifat dasar penjelasan, dan
hubungan antara penjelasan dan peramalan.
b)
Problem-problem
tentang ilmu yang menyelidiki arti dan implikasi dari konsep-konsep yang di
pakai para ilmuan. Misalnya kausalitas, waktu, ruang dan alam semesta.
2.
Problem
menurut W.H. Walsh
Filusuf sejarah ini menyatakan bahwa filsafat
ilmu mencakup sekelompok problem yang timbul dari metode dan pra-anggapan dari
ilmu serta sifat dasar dan persyaratan dari pengetahuan ilmiah.
3.
Problem
menurut Philip Wiener
Menurut Philip Wiener para filusuf ilmu dewasa
ini membahas problem-problem yang menyangkut :
a)
Sruktur
logis atau cirri-ciri metodologis umum dari ilmu-ilmu.
b)
Saling
hubungan diantara ilmu-ilmu
c)
Hubungan
ilmu-ilmu yang sedang tumbuh dengan tahap-tahap lainnya dari peradaban yaitu,
kesusilaan, politik, seni dan agama.
e.
Manfaat
Belajar Filsafat Ilmu
Berbicara seputar manfaat filsafat paling tidak
dapat disistematisasikan pada beberapa poin berikut :
a)
Menumbuh-kembangkan
ilmu pengetahuan menuju kemuliaan sehingga mempu menembus dimensi sekularisme
dimensi ilmu pengetahuan.
b)
Membentuk
dan mengembangkan wawasan epistemology ilmu pengetahuan sehingga moralitas
kesarjanaan, yaitu sifat ilmiah menjadi popular.
c)
Tuntutan
etis, ilmu pengetahuan dapat dipertanggungjawabkan sehingga kehidupan
masyarakat yang adil dan sejartera bahagia dalam kelestarian alam lingkungan
semakin nyata.
PINTU 2 :
EPISTEMOLOGI
ANTARA
TEORI DAN HASIL DALAM FILSAFAT ILMU
A.
Sistematika
Filsafat
1.
Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme
yang berarti pengetahuan dan logos berarti perkataan, pikiran atau
ilmu. Secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya
intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Epistemologi
juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan
menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari
struktur berfikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup
epistemologi.
Epistemologi sering disebut dengan teori
pengetahuan (theory of knowledge). Harold Titus, secara sistematis
menjelaskan tiga persoalan dalam bidang epistemologi, yaitu:
a)
Apakah
sumber pengetahuan itu, dan dari manakah datangnya pengetahuan yang benar,
serta bagaimana cara mengetahuinya?
b)
Apakah
sifat dasarnya, adakah dunia yang benar-benar diluar pikiran kita, serta kalau
ada, apakah kita dapat mengetahui?
c)
Apakah
pengetahuan itu valid, dan bagaimana membedakan yang benar dan salah?
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui
akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,
yaitu:
1)
Metode
Induktif
Metode ini mengemukakan adanya keterbatasan
indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga abjek yang
dihasilakan pun akan berbeda-beda. Metode ini merupakan metode yang
menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum.
2)
Metode
Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan
bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut. Hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3)
Metode
Positivisme
Metode ini berawal dari apa yang telah
diketahui, yang faktual dan yang positif. Apa yang diketahui secara positif
adalah segala yang tampak dan segala gekala.
4)
Metode
Kontemplatif
Metode ini mengatakan bahwa adanya
keterbatasan indera dan akal manusia
untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun juga
berbeda-beda dan harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut intuisi.
5)
Metode
Dialektis
Dialektike artinya cara atau metode berdebat
dan berwawancara yang diangkat menjadi sarana dalam memperoleh pengertian yang
dilakukan secara bersama-sama mencari kebenaran.
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan
yang diambil terhadap gejala pengetahuan. Epistemologi dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
Pertama,
epistemologi Metafisika yaitu epistemologi yang
mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika
tertentu. Epistimologi ini berangkat dari suatu paham tertentu tengtang
kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan
tersebut.
Kedua, epistemologi
skeptis. Epistemologi ini kita harus membuktikan dulu apa yang dapat kita
ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan
menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya
masih dapat diragukan.
Ketiga, epistemologi
kritis, epistemologi ini berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan
pemikiran akal sehat, lalu ditanggapi secara kritis.
2.
Ontologi
Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa
yunani yaitu on/ontos = ada dan logos = ilmu. Jadi, ontologi
adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada. Selanjutnya menurut A.R. lacey ontologi
diartikan sebagai “a central part of metaphisics” (bagian sentral dari
metafisika). Sedangkan metafisika diartikan sebagai “that which comes after
physics,..... the study of nature in generla” (hal yang hadir setelah
fisika,..... study umum mengenai alam).
Berikut ini adalah beberapa karakteristik
ontologi seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain dapat disederhanakan
sebagai berikut:
a.
Ontologi
adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari
yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.
b.
Ontologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas
mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti ada atu menjadi, nyata
atau penampakan dll.
c.
Ontologi
adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu
yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna dan keberadaan segala sesuatu
yang mutlak bergantung kepada-Nya.
d.
Cabang
filsafat yang mempelajri tentang status
realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
Setelah ungkapan diatas, hakikat jenis dapat
dipahami sebagai titik sifat abstrak tertinggi daripada sesuatu hal. Dan secara
ontologis juga hakikat pluralitas ilmu pengetahuan menurut perbedaan objek
forma itu tetap dalam kesatuan sistem, baik “interdisipliner” maupun “multidisipliner”.
Interdisipliner artinya keterkaitan antar pluralitas
ilmu pengetahuan dalam objek materi yang sama, sedangkan multidisipliner
artinya keterkaitan antar pluralitas ilmu pengetahuan dalam objek materi yang
berbeda. Berdasarkan kedua sistem tersebut, perbedaan antar ilmu pengetahuan
justru mendapatkan validitasnya. Adapun aliran-aliran dalam ontologi sebagai
berikut:
1)
Ontologi
yang bersahaja
2)
Ontologi
kuantitatif dan kualitatif
3)
Ontologi
monistik
Ontologi
berdasarkan cara menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dapat dibedakan
sebagai berikut:
1)
Naturalisme
Yang nyata pasti bereksistensi. Ada dua macam
kesimpulan yang dapat ditarik dari pendirian di atas. Pertama, sesuatu
yang dianggap terdapat di luar ruang dan waktu tidak mungkin merupakan
kenyataan. Kedua, apapun yang dianggap tidak mungkin untuk ditangani
dengan menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam, tidak
mungkin merupakan kenyataan.
2)
Materialisme
Yang terdalam ialah materi. Seorang naturalisme
mendasarkan ajarannya pada pengertian “alam”, berusaha melampaui pengertian
“alam” dan mendasar diri pada macam substansi atau kenyataan terdalam yang
dinamakan “materi”.
3)
Idealisme
Alam sebagai sesuatu bersifat rohani. Secara
umum dapat dikatakan ada dua macam kaum idealis, kaum spiritualis dan kaum
dualis.
4)
Dualisme
Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan
ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga,
dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
5)
Agnostisisme
Agnostisisme adalah suatu pandangan filosofis
bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan
dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa dan lainnya yang tidak dapat
diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas.
3.
Aksiologi
Menurut bahasa yunani, aksiologi berasal dari
kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Menurut
Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Dari definisi aksiologi diatas, terlihat dengan
jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana
dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan
sosial, simbolik atau pun fisik material.
Menurut Bramel dalam Amsal, Aksiologi terbagi
menjadi tiga bagian:
1)
Moral
Conduct yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan
disiplin khusus yang etika.
2)
Estetic
Expression yaitu ekspresi keindahan,
3)
Socio-political
Life yaitu kehidupan sosial politik, yang akan
melahirkan filsafat sosial politik.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan
filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya
dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a.
Filsafat
sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
b.
Filsafat
sebagai pandangan hidup. Filsafat ini gunanya ialah untuk petunjuk dalam
menjalani kehidupan.
c.
Filsafat
sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang
bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran
pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi
subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia
menjadi tolak ukur penilaian. Nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
PINTU III
RASIONALISME, EMPIRISME DAN KRITISISME
A. Rasionalisme
Pelopor dari aliran ini adalah Rene Descartes.
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera
dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang
akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi
sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal. Tokoh-tokoh filsafat
rasionalisme diantaranya :
a.
Rene Descartes
Yang memberi alas kepada aliran ini ada Rene
Descartes atau Cartesius (1596-1650) yang juga disebut "Bapak Filsafat
Modern". Semula ia belajar pada sekolah Yesuit dan kemudian ia belajar
ilmu hukum, ilmu kedokteran dan ilmu alam. Baru pada tahun 1619 ia memperoleh
jurusan yang pasti dalam studinya. Menurut pendapatnya waktu itu ia mendapat
wahyu Illahi, yang isinya memberitakan kepadanya bahwa ilmu pengetahuan
haruslah satu, tanpa bandingnya, serta harus disusun oleh satu orang sebagai
satu bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum.
Menurut Descartes untuk memulai hal-hal yang
baru itu ia harus memiliki suatu pangkal pemikiran yang pasti. Pangkal
pemikiran yang pasti itu menurut dia adalah melalui keragu-raguan. Hanya ada
satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu bahwa aku ragu-ragu (aku meragukan
segala sesuatu). Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. Aku ragu-ragu atau aku
berpikir dan oleh karena aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum). Inilah
suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filsaft yang pertama (primum
philosophicum). Aku berada karena aku berpikir. Jadi aku adalah suatu yang
berpikir cogito (aku berpikir) adalah pasti, sebab cogito "jelas dan terpilah-pilah".
Bagi manusia pertama-tama yang jelas dan
terpilah-pilah adalah pengertian "Allah" sebagai tokoh yang secara
sempurna tidak terbatas atau berada dimana-mana / di dalam roh kita ada suatu
pengertian tentang sesuatu yang tiada batasnya. Oleh karena kita sendiri adalah
makhluk yang terbatas. Maka kita tidak mungkin bahwa pengertian tentang seauatu
yang tiada batasnya itu adalah hasil pemikiran kita sendiri. Arti Descartes
terletak disini, bahwa ia telah memberi suatu arah yang pasti kepada pemikiran
modern, yang menjadikan orang dapat mengerti aliran-aliran filsafat yang timbul
kemudian daripada dia, yaitu idealisme dan positiviisme.
b. Gootfried Eihelm von Leibniz
Gootfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun
1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. Ia filosof Jerman, matematikawan,
fiaikawan, dan sejarawan. Metafisikanya adalah idea tentang substansi yang
dikembangkan dalam konsep monad. Metafisika Leibniz sama memusatkan
perhatian pada substansi. Substansi pada Leibniz ialah prinsip akal yang
mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan " sesuatu harus
mempunyai alasan". Bahkan Tuhan harus mempunyai alasan untu setiap yang
dicintai-Nya. Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebutka
substansi-substansi itu monad. Setiap monad berbeda dengan yang
lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah Pencipta monad-monad
itu.
c. Blaise Pascal
Orang yang ketiga yang kita bicarakan adalah Blaise
Pascal (1623-1662). Ia adalah
seorang ahli ilmu pasti, ahli ilmu alam dan seorang filsuf. Disatu pihak ia
sama halnya dengan Descartes, mencintai ilmu pasti dan ilmu alam, akan tetapi
di lain pihak ia menampakkan perbedaan dengan Descartes. Perbedaannya terletak
pada pengertian tentang sifat ilmu alam jauh melebihi Descartes. Filsafat
pascal mewujudkan suatu dialog diantara manusia yang konkrit dengan Allah. Di
dalam realitas hidup manusia terdapat tiga macam tertib, yaitu tertib bendawi,
tertib rohani dan tertib kasih. Segala pengetahuan dimulai dengan
gambaran-gambaran inderawi. Kemudian ditingkatka hingga sampai kepada
tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan
pengetahuan intuitif.
d. Spinoza(1632-1677 M)
Latar belakang pemikiran Spinoza ini adalah
pengertian aktivitas. Aktivitaslah yang membawanya kepada kesempurnaan. Ajaran
Spinoza di bidang metafisik menunjukkan kepada suatu ajaran Monistis yang
logis, yang mengajarkan bahwa dunia sebagai keseluruhan, mewujudkan suatu
substansi tunggal. Ajaran ini didasarkan atas keyakinan, bahwa tiap hal
memiliki suatu subjek tunggal dan suatu predikat tunggal, sehingga harus
disimpulkan, bahwa segala hubungan dan kejamakan adalah semu.
B. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirisko,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman
yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan inderawi bersifat pasial.
Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang
lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang
dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indera menangkap aspek yang
berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan
inderawi berada menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas
organ-organ tertentu.
John Locke bapak empiris Britania mengemukakan
teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia
itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia
memiliki kemampuan. Mula-mula tangkapan indera itu sederhana, lama kelamaan
menjadi kompleks, lalu tersusunlah pengetahuan.
David Hume adalah salah satu tokoh empirisme
mengatakan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya.
Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu :
1. Kesan-kesan (impression)
Maksudnya
adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan
tangan terbakar.
2. Ide-ide (ideas)
Maksudnya
gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan
kembali atau ter-refleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Berikut tokoh-tokoh pengikut aliran empirisme :
a. Francis Bacon (1210-1292 M)
Menurut Farancis Bacon bahwa pengetahuan yang
sebenarnya adalah pengetahuan yang di terima orang melalui persentuah inderawi
dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati.
Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon selanjutnya : kita
sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil
kesimpulan. Itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit
mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.
b. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes berpendapat bahwa
pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang
dapat di sentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan
intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data
inderawi belaka.
c. John Locke (1632-1704 M)
Ia merupakan filosuf Inggris yang banyak
mempelajari agama Kristen. Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafiaika . ia
menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak
intuisi yang digunakan oleh Deacartes. Ia juga menolak metode deduktif
Descartes, dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman. Jadi
induksi, bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima
pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Buku Locke, essay Concerming Human
Understanding (1689 M), ditulis berdasarkan satu premis yaitu semua
pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan
idea untuk konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada
idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke
menolak adanya innate ide, termasul apa yang diajarkan oleh Descartea, Clear
and Distinict Idea. Adequate Idea dari Spinoza, truth of reason dari
Leibniz, semuanya ditolak.
d. David Hume (1711-1776 M)
Solomon menyebut Hume sebagai ultimate
skeptic, skeptik tingkat tertinggi. Ia dibicarakan disini sebagai seorang
skeptis, dan terutama sebagai seorang empiris. Menurut Bertrans Russel, yang
tidak dapat diragukan lagi pada Hume ialah seorang skeptis. Buku Hume Treatise
of Human Nature (1739 M), ditulisnya tatkala ia masih muda, yaitu tatkala
ia berumur dua puluh tahunan, bagian awal buku itu tidak banyak menarik
perhatian orang, karenanya. Hume pindah ke subjek lain, lalu ia menjadi seorang
yang terkenal sebagai sejarawan.
Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal. An Equiry
Concerning Human Understanding. Baik buku Treatise maupun buku
Enquiry kedua-duanya menggunakan metode empirisme, sama dengan John
Locke. Sementara Locke hanya sampai pada idea yang kabur yang tidak jelas
berbasi pada sensasi (khususnya tentang substansi dan Tuhan), Hume lebih kejam.
e. Herbert Spencer (1820-1903 M)
Filsafat Herbert Spencer berpusat pada teori
evolusi. Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau
gejala-gejala. Secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi
antara gejala. Di belakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh Spencer disebut
yang tidak diketahui (the great unknowable). Akhirnya Spencer mengatakan
: idea-idea keilmuan pada akhirnya adalh penyajian realistis yang tidak
dapat dipahami". Inilah yang dimaksud dengan the great unknowable, teka-teki
besar.
Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk
memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari pancaindera.
Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu sebatas ide yang kabur.
C. Kritisisme
Aliran ini dimulai di Inggris, kemudian Prancis
dan selanjutnya menyebar keseluruh Eropa, terutama di Jerman. Di jerman
pertentangan antara rasionalisme dan empirisme terus berlanjut. Masing-masing
berebut otonomi. Aliran filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat
yang di intodusir oleh Immanuel Kant.
Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Kant mencoba menyelesaikan
pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dengan kritisismenya. Adapun
ciri-ciri kritisisme :
a.
Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat
pada subjek dan bukan pada objek.
b.
Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia
untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu. Rasio hanyalah mampu menjangkau
gejalanya atau fenomenanya saja.
Kant menciptakan Kritisisme ini untuk
menyelesaikan pertikaian antara rasionalisme dan empirisme. Untuk itulah ia
menulis 3 buku yang berjudul :
1.
Kritik der Rainen Vernuft (kritik
atas rasio murni)
2.
Kritik der Urteilskraft (kritik atas dasar pertimbangan)
3.
Kritik rasio praktis.
Dan berikut dipaparkan kritik terhadap
rasionalisme, empirisme dan kombinasi antara keduanya :
a. Kritik terhadap Rasionalisme
Dalam hal ini ada tiga macam kritik yang
dilontarkan Kant, yaitu :
a. Critique of Pure Reason (kritik atas
rasio murni)
Kritisme Kant dapat dianggap sebagi suatu usaha
besar untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Menurut Kant, baik
rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha
menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan perpaduan antara sintesa
unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori. Walaupun Kant sangat
mengagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat radikal dan konsekuen, ia
tidak dapat menyetujui skeptisisme yang dianut Hume dengan membuat kesimpulan
bahwa dalam ilmu pengetahuan kita tidak mampu mencapai kepastian.
b. Critique of Partical Reason (kritik
atau rasio)
Rasio dapat menjalankan ilmu pengethuan,
sehingga rasio disebut rasio teoritis atau menurut istilah Kant sendiri adalah
rasio murni. Akan tetapi, di samping rasio murni terdapat apa yang disebut
rasio praktis yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan, atau
dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada kehendak kita. Kant
memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang
disebutnya sebagai imperatif kategori.
c. Critique of Judgement atau kritik
atas daya pertimbangan
Critique of judgement atau kritik atas daya pertimbangan sebagai konsekuensi
dari "kritik atas rasio murni" dan " kritik atas rasio praktis
adalah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak di bidang
alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud dari kritik of judgement ialah mengerti kedua persesuaian kedua
lapangan ini. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).
Bentuk lain dari kritik terhadap rasionalisme
adalah sebagai berikut :
1.)
Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang
tidak dapat dilihat maupun diraba.
2.)
Banyak diantara manusia manusia yang berpikiran
jauh, merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan
konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.
b. Kritik terhadap Empirisme
Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi
apakah yang disebut pengalaman?
a.
Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan
pancaindera.
b.
Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada
persepsi panca indera kiranya melupakan kenyataan bahwa panca indera manusia
adalah terbatas dan tidak sempurna.
c.
Empirisme tidak memberikan kita kepastian.
c. Kombinasi antara Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu
pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan.
Emang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian ini, karena ilmuan
mengunpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan
data inderawi.
PINTU IV
METODOLOGI
ILMU PENGETAHUAN
A.
Pengertian
Metodologi
Menurut
Anton Bakker metode adalah cara bertindak menurut aturan tertentu. Metode
berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain, metode juga
pengajaran atau penelitian.
Menurut
istilah “metodologi” berasal dari bahasa yunani yakni metodhos dan logos,
metodhos berarti cara dan logos berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian
metodologi adalah metode atau cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.
Selain
itu metodelogi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi metode penelitian
adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang digunakan dalam penelitian.
B.
Unsur-unsur
Metodologi
Unsur-unsur
metodologi Anton Bakker dan Achmad Zubair antara lain dijelaskan sebagai
berikut :
1.
Interpretasi
Artinya menafsirkan, membuat tafsiran yang
harus bertumpu pada evidensi objektif untuk mencapai kebenaran yang autentik.
2.
Induksi
dan Deduksi
Bukan seperti bahasa indonesia yang dimaksud
disini tetapi induksi merupakan wahyu / teori lalu muncul penelitian dan
deduksi adalah penelitian lalu muncul teori.
3.
Koherensi
Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna
memperoleh hakikat dengan menunjukkan semua unsur stuctural dilihat dalam suatu
struktur yang konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau
internal relation.
4.
Holistis
Tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai
kebenaran secara utuh, dimana objek dilihat dari interaksi dengan seluruh
kenyataannya.
5.
Kesinambungan
Historis
Dalam perkembangan pribadi manusia, harus dapat
dipahami melalui suatu proses kesinambungan.
6.
Idealisasi
Upaya dalam penelitian untuk memperoleh hasil
yang ideal atau sempurna.
7.
Komparasi
Usaha memperbandingkan sifat hakiki dalam objek
penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam.
8.
Heuristika
Metode untuk menemuka jalan baru secara ilmiah
untuk memecahkan masalah.
9.
Analogikal
Filsafah meneliti arti, nilai dan maksud yang
diekspresikan dalam fakta dan data.
10. Deskripsi
Data yang dieksplisitkan memungkinkan dapat
dipahami secara mantap.
C.
Metodologi
Ilmu Pengetahuan
Metode
adala cara-cara penyelidikan bersifat keilmuan, yang sering disebut metode
ilmiah (science methods). Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah
menjadi ilmu pengetahuan, menjadi lebih khusus dan terbatas lingkupan studinya.
Metode
ilmiah dapat diartikan sebagai cara atau langkah yang biasanya dipakai ilmuwan
untuk membuktikan suatu ilmu pengetahuan. Metode ilmiah mempunyai keunggulan
dan keterbatasan yaitu:
1.
Keunggulan
Metode Ilmiah:
Penerapan metode ilmiah disetiap penyelesaian
masalah dapat melatih kebiasaan berpikiryang sistematis, logis, dan analitis
serta memupuk sifat jujur, objrktif, terbuka, disiplin, dan toleran serta tidak
percaya hal-hal yang berbau ghaib atau takhayul.
2.
Keterbatasn
Metode Ilmiah
1)
Kebenaran
bersifat tentative atau sementara
2)
Dua
fakta yang berkaitan belum tentu merupakan sebab-akibat.
Metode ilmiah menghasilkan ilmu yang berguna
untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, dalam kaitan ini ilmu berperan:
1)
Mendeskripsikan
2)
Eksplanasi
3)
Meramalkan
4)
Mengontrol
D.
Susunan Ilmu
Pengetahuan
Dalam
struktur-struktur limas ilmu ada lima asas yaitu:
1)
Observasi:
merupakan yang berhubungan dengan pengamatan langsung.
2)
Empiris:
istilah yang menghimpun sekelompok observasi.
3)
Istilah
Terbuat: menunjuk sesuatu yang tidak dapat langsung diamati, namun tetap
terjadi lantaran observasi.
4)
Istilah
Timbrung: sedikit lebih jauh dari pengamatan, karena tidak berhubungan langsung
dengan pengubah-penguabah.
5)
Istilah
Teoritis: istilah teoritis tidak boleh dikenakan hanya satu tafsiran mengenai
istilah-istilah observasi, tetapi justru memberi kelonggaran kepada banyak
kemungkinan penafsiran, baik yang sudah ada, ataupun yang akan timbul.
E.
Langkah-Langkah
dalam Ilmu Pengetahuan
1.
Merumuskan
Masalah
Gambaran terhadap sesuatu yang dijadikan
permasalahan.
2.
Mengumpulkan
Data
Kumpulan data bisa berupa informasi yang
mengarah dan dekat dengan pemecahan masalah.
3.
Merumuskan
Hipotesis
Membuat jawaban sementara yang disusun
berdasarkan data-data yang diperoleh.
4.
Membuat
Analisis untuk Mendapatkan Kesimpulan
Menarik kesimpulan harus berdasarkan analisis
data-data, agar dapat menarik kesimpulan dibutuhkan fakta-fakta yang cukup dan
mendukung hipotesis.
5.
Penarikan
Kesimpulan
Dalam menarik kesimpulan harus memusatkan diri
pada penalaran ilmiah.
F.
Objektivitas
Ilmu Pengetahuan dan Sifat Dasar Kebenaran Ilmiah
Secara
bahasa objektivitas dapat dipahami sebagai sebuah sikap yang menggambarkan
adanya kejujuran, bebas dari pengaruh pendapat dan pertimbangan pribadi atau
golongan dal lain-lain, khususnya dalam upaya untuk mengambil sebuah keputusan
atau tindakan.
Berpikir
merupakan kegiatan berakal untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir
ilmiah adalah kegiatan yang menggabungkan induksi dan deduksi. Dengan demikian,
berpikir ilmiah atau metode keilmuan merupakan kombinasi antara empirisme dan
rasionalisme.
PINTU V
EPISTEMOLOGI BAYANI,BURHANI,DAN IRFANI
A. Epistemologi Bayani
Epistemologi adalah hakikat pengetahuan,sedangkan Bayani adalah
metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks (nash) baik
secara langsung atau tidak langsung.Secara langsung artinya memahami teks
sebagai pengetahuan jadi,langsung mengaplikasikannya tanpa perlu
pemikiran,secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan
mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran,hal tersebut bukan berarti akal atau
rasio bisa bebas menentukan makna dan maksrdnya,tetapi tetap harus bersandar
pada teks.
1.
Sumber
Pengetahuan Bayani
Nash adalah sebagai sumber pengetahuan bayani yang didalamnya
terdapat al-qur.an dan as-sunnah,karena
sebagai sumber pengetahuan benar tidaknya tranmisi teks menentukan benar
salahnya ketentuan hukum yang diambil,tentang nash al-qur’an meskipun sebagai sumber
utama,tetapi tidak selalu memberikan ketentuan pasti.
2.
Metode dan
Pendekatan yang Digunakan dalam Bayani
1)
Metode
Qiyas
·
Berpegang
pada redaksi (lafazh) teks dengan menggunalkan kaidah bahasa arab,seperti nahw
dan sharaf sebagai analisa.
·
Menggunakan
metode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama epistemologi bayani,qiyas
diartikan sebagai membrikan keputusan hukum suatu masalah bedasarkan masalah
lain yang telah ada kepastian hukumnya dalam teks,karena adanya kesamaan illah.
2)
Metode
Istibath/Istdlal
Artinya bahwa istibath hukum dari
an-nusush ad-diniyah dan al-qur’an khususnya,pendekatan bayani adalah
linguistik,karena dalam hal ini pendekatan bayani menggunakan alat bantu
(instrumen) berupa ilmu ilmu kebahasan dan uslub-uslubnya serta asbab an –nuzul
dan qiyas serta istinbath atau istdlal sebagai metodenya.
2)
Pendukung
dan validitas keilmuwan bayani
·
Pendukung
keilmuwan bayaniEpistemologi bayani didukung oleh pola pikir kaum teolog/ahli
kalam,ahli fiqih dan ahli bahasa,pola pikir tekstual bayani lebih dominan
secara politis dan membentuk corak pemikiran keislaman yang hegemonik.
·
Validitas
keilmuwan bayani
Validitas keilmuwan bayani
tergantung pada kedekatan dan keserupaan teks atau nash dan realitas.Pola pikir
bayani lebih mendahulukan qiyas al illah untuk fiqih,dan qiyas dalalah untuk
kalam,nalar epistemologi bayani selalu mencurigai akal pikiran,karena dianggap
akan menjauhi kebenaran tekstual.
B. Epistemologi Burhani
Al-Burhani secara sederhana diartikan sebagai suatu
aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran proposisi (qadliyah) melalui
pendekatan deduktif.Sedang dalam pengertian umum,burhani adalah aktivitas nalar
yang menetapkan kebenaran suatu premis,jika dibandingkan dengan ke dua
epistemologi yang lain,bayani dan irfani,dimana bayani menjadikan
teks,ijma’,dan ijtihad sebagai otoritas dasar dan bertujuan untuk membangun
konsepssi tentang alam untuk memperkuat akidah agama,(islam).Sedang irfani
menjadikan al kasyf sebagai satu-satunya jalan di dalam memperoleh pengetahuan
dan sekaligus bertujuan mencapai maqam bersatu dengan Tuhan,maka burhani lebih
bersandar pada kekuatan natural manusia berupa indra,pengalaman,dan akal di
dalam mencapai pengetahuan.
Karakteristik epistemologi burhani yaitu setiap ilmu
burhani berpola dari nalar burhani dan
nalar burhani bermula dari proses abstraksi yang bersifat akali terhadap
realitas sehingga muncul makna,sedang makna sendiri butuh aktualisasi sebagai
upaya untuk bisa dipahami dan dimengerti,sehingga disinilah ditempatkan
kata-kata dengan redaksi lain,kata-kata sebagai alat komunikasi dan sarana
berpikir disamping sebagai simbol pernyataan makna.Mayor untuk premis yang
pertama dan premis minor untuk premis yang kedua yang kedua-duanya saling
berhubungan dan darinya ditarik kesimpulan logis.Dalam burhani menuntut
penalaran yang sistematis,logis,saling berhubungan dan konsisten antara
premis-premisnya juga secara benar koheren dengan pengalaman yang
ada,begitupula tesis kebenaran konsistensi atau koherensi.Perbedaan mendasar
antara penalaran dengan epistemologi bayani dan burhani adalah inferensi pada
bayani didasarkan atas lafal,sedangkan pada epistemologi burhani didasarkan
pada makna.
C.Epistemologi Irfani
Epistemologi Irfani merupakan sebuah cabang ilmu filsafat islam yang
kemudian membentuk disiplin ilmu secara otonom.Irfani ( bentuk infinitif dari
kata ‘arafa yang berarti mengetahui) ini erat kaitannya dengan konsep
tasawuf,ma’rifat.Karena itu,pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan
analisa teks tetapi dengan olah ruhani,yang setidaknya diperoleh dari tiga
tahapan yaitu :
a) Persiapan
Ada tujuh tahapan yang harus dijalani,mulai dari bawah menuju puncak
: Taubat,Wara’(menjauhkan diri dari segala sesuatu yang subhat),Zuhud(tidak
tamak dan dan tidak mengutamakan kehidupan dunia),Faqir ( mengosongkan seluruh
pikiran,tidak menghendaki apapun kecuali ALLAH SWT),Sabar,Tawakkal,Ridla
(hilangnya rasa ketidak senangan dalam hati sehingga yang tersisa hanya gembira
dan suka cita).
b) Penerimaan
Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas kesadaran diri
yang demikian mutlak (kasyf),sehingga dengan kesadaran itu ia mampu melihat
realitas kesadaran dirinya sendiri (musyahadah) sebagai objek yang diketahui.
c) Pengungkapan
Yakni
pengalaman mistik diinterpretasikan dan diungkapkan kepada orang lain,lewat
ucapan atau tulisan,namun karena pengetahuan irfani bukan masuk tatanan
konsepsi dan representasi tetapi terkait dengan kesatuan simpleks kehadiran
Tuhan dalam diri dan kehadiran diri dalam tuhan,sehingga tidak bisa
dikomunikasikan,maka tidak semua penglaman bisa diungkapkan.Ungkapan – ungkapan
yang dihasilkan oleh pemikiran secara irfani seringkali menjadi tidak beraturan
dan di luar kesadaran,karena keluar saat seseorang mengalami suatu pengalaman
intuitif yang sangat mendalam yang disebut gnosis,sehingga sering tidak sesuai
dengan kaidah teologis maupun epistemologis tertentu,sehingga karena itu
cenderung pula ia sering dihujat dan dinilai menyimpang.
PINTU VI
ILMU PENGETAHUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Secara historis, pelaksanaan pendidikan islam telah mengalami
dinamika perkembangan yang pesat sesuai dengan konteks perkembangan zaman kaum
muslimin. Masa dinasti umayyah yang meletakan dasar-dasar bagi kemajuan pendidikan
sehingga disebut masa inkubasi atau masa perkembangan intelektual islam.
Pendidikan islam telah berlangsung kurang lebih 14 abad, yakni sejak
nabi Muhammad diutus sebagai rosul, pada awalnya pendidikan berlangsung secara
sederhana dengan masjid sebagai pusat proses pembelajaran, Al-qur’an dan hadits
sebagai kurikulum utama dan rosul sebagai gurunya.
Setelah rosulullah wafat pendidikan islam-pun berkembang, yakni
ditandai adanya perubahan kurikulum pendidikan. Perkembangan pendidikan islam
juga diiringi dengan munculnya
tokoh-tokoh pemikiran kependidikan islam, seperti Ibnu Khaldun, Hasan Al-Banna,
Hasan Langgulung dan lain-lain. Masing-masing memiliki konsep pemikiran yang
berbeda-beda antara pemiki satu dengan yang lainya, dan pemikiran tersebut dijadikan
acuan dalam penegmbangan pendidikan islam sampai sekarang.
Secara khusus pemikiran pendidikan islam memilki tujuan sangat
komplek diantaranya adalah:
1. untuk membangun kebiasaan berfikir ilmiah,
dinamis dan kritis terhadap persoalan-persoalan diseputar pendidikan islam.
2. Untuk memberikan dasar berfikir inklusif
terhadap ajaran islam dan akomodatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
yang dikembangkan oleh intelektual diluar islam.
3. Untuk menumbuhkan semangat berijtihat,
sebagimana yang ditujukan oleh rosulullah dan para kaum intelektual muslim pada
abad pertama sampai abad pertengahan, terutama dalam merekontruksi system
pendidikan islam yang lebih baik.
4. Untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi
pengembangan system pendidikan nasional.
Wacana pemikiran pendidikan islam masa nabi sudah tentu tidak
sesistematis dan secangih yang ada sekarang. Meskipun demikian perhatian umat
terhadap ilmu pengetahuan jelas sangat tinggi dan hal ini terwujud sesuai
dengan kondisi social saat itu. Ada empat alasan pentingnya pelacakan
pendidikan dan sesudahnya, yaitu: pertama, dalam tatanan kehidupan masyarakat
yang dinamis, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada
generasi mudah, bahkan pendidikan seringkali dijadikan tolak ukur.
Renasains merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan
perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renasains
yaitu humanisme, individualism, sekularisme, empirisme, dan rasionalisme. Sains
berkembang karena semangat dan hasil empirisme, sementara Kristen semakin
ditinggalkan karena semangat humanism.
Munculnya dinamika pembaharuan pemikiran yang dilakukan sejumlah
intelektual muslim dari masa ke masa, tidak terlepas dari kondisi objektif
sosisal-budaya dan social-keagamaan umat islam itu sendiri. Sederetan
intelektual muslim sejak masa awal sampai pada era posmodernisme telah berupaya
merekontruksikan guna terciptanya system pendidikan islam yang ideal. Kelompok
intelektual muslim tersebut antar lain adalah:
- Ibnu maskawai
Pemikiranya tentang pendidikan lebih berorientasi pada pentingnya
pendidikan akhlak. Ibnu maskawai menyatakan tujuan pendidikan adalah
terwujudnya sikap batin yang secara spontan mampu menddorong lahirnya perilaku
dalam memperoleh karomah-perilaku yang demikian akan sangat membantu peserta
didik dalam memperoleh kesempurnaan.
- Ibnu sina
Hasil pemikiran ibnu sina diantaranya adalah:
1. Falsafah wujud
2. Falsafah faidh
3. Falsafah jiwa
- Ibnu khaldun
Pemikiran ibnu khaldun adalah pada bidang pendidikan islam dalam
melaksanakan pendidikan, maka menurut khaldun paling tidak ada dua tujuan yang
perlu disentuh yakni jasmania dan rohania.
- Muhammad abdus ibn hasan khairuddin.
Menurut abduh metode yang kuno sudah tidak relevan lagi dalam
perkembangan zaman dewasa ini, abduh menawarkan petode pendidikan yang lebih
lebih dinamis dan kondusif bagi perkembangan intelektual. Metode yang dimaksud
adalah diskusi.
- Ismail raji al-faruqi
Menurut al-faruq islam saat ini berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan dan lemah, baik dalam moral, politik, ekonomi terutama komunitas
intelektual dalam wacana keagamaan. Kondisis ini membuat umat islam berada
dalam kondisi statis dan enggan melakukan kreativitas.
- Perkembangan Ilmu Di Dunia Islam
Islam sangat menghargai ilmu, ini terlihat sajak
kemunculan agama islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, saat beliau menerima
wahyu pertama dengan perintah “iqra’ (bacalah). Masa kegelapan barat itu
sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat muslim, sesuatu yang berusaha di
tutup-tutupi oleh barat karena pemikiran ekonomi muslim pada masa inilah yang
kemudian banyak dicuri oleh para ekonomi barat.
Menurut harun nasution, keilmuan berkembang pada zaman
islam klasik. Sekitar abad ke 6-7 M obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di
pangkuan peradaban islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal
seperti: al-razi dengan karya Al-Awi, Ibnu Sina dengan karyanya al-qorun,Rrhazas
dengan karyanya continens, Al-Khawariz dengan karnya aljabar, Ibnu Rushd seorang
filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karya aristoteles, Al-Idris yang
membuat peta. Sedangkan dalam bidang kimia ada Jabir Ibn Ayyan dan Al-Biruni.
Selain bidang ilmu diatas, umat islam juga menemukan logika dan filsafat sebut
saja Al-Khindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghozali, Ibn Bajjah, Ibn Aufayl, Dan
Ibn Rushd.
Pada zaman itu islam juga menjadi pemimpin dibidang
ilmu alam. Istilah zenith, nadir dan azimuth membuktikan hal itu. Angka yang ,asih dipakai sampai sekaran, yang
berasal dari india telah di masukkan ke eropa oleh bangsa arab. Sumbangan
sarjana islam dapat diklasifikasikan kedalam tiga bidang, yaitu:
1. Menerjemahkan peninggalan bangsa yunani,
menyebarluaskan sedemikian rupa, seingga dapat dikenal dunia barat sampai
sekarang ini.
2. Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu
kedokteran, obat-obatan, ostronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu
tumbuh-tumbuhan.
3. Menegaskan system decimal dan dasar-dasar
aljabar.
- Peranan Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan
filsafat dari orang-orang shopia adalah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh
plato dan ditruskan oleh muridnya aristoteles. Al-khindi banyak belajar dari
kitab-kitab filsafat karangan plato dan aristoteles. Pada zaman abbasiyah,
al-khindi diperintahkan untuk menyalin karya plato dan aristoteles kedalam
bahasa arab.
Spanyaol telah mencatat satu lembaran budaya yang
sanagt berlian dalam bentangan sejarah islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan
yang dilalui ilmu pengetahuan yunani-arab ke eropa pada abad ke 12 M. kemajuan
umat islam ini bertahan hingga beberapa abad sebelum akhirnya meredup seiring
dengan runtuhnya dinasti ummayyah dan dinasti abbasiyah.
Atas inisiatif al-hakam, karya-karya ilmiah dan
filosofis di impor dari timur dalam jumlah besar, sehingga cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai
pusat ilmu pengetahuan di dunia islam. Apa yang dilakukan pemimpin dinasti
umayyah di spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar masa sesudahnya.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat arab-spanyol
adalah Ibn Bajjah, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis.
Sedangkan yang keduan adalah Ibn Thufail dengan karya filsafatnya yang sangat
terkenal adalah Hay Ibn Yaqzhan.
Pengaruh peradaban islam, termasuk didalamnya pemikiran
Ibn Rusyd, ke eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemudakristen eropa yang
belajar di universitas-universitas islam di spanyol. Selama belajar di spanyol
mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Setelah
pulang kenegerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama.
Pengaruh ilmu pengetahuan islam atas eropa yang sudah
berlangsung sejak abad ke 12 M itu menimbulkan gerakan kembali pusaka yunani di
eropa pada abad ke 14 M. berkembangnya pemikiran yunani di eropa kali ini adalah
melalui terjemahan-terjemahan arab yang di pelajari dan kemudian diterjemahkan
kembali kedalam bahasa latin.
Walaupun islam akhirnya terusir dari spanyol dengan
cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidangi gerakan-gerakan penting di
eropa. Gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan yunani klasik pada
abad ke 14 M, rasionalisme pada abad ke 17 M, dan pencerahan pada abad ke 18 M.
Meskipun kelahiran ilmu pengetahuan bersumber dari
yunani kuno, namun perkembanganya justru di mulai sejak masa keemasan dunia
islamdalam perkembangan ilmu pengetahuan sekarang, namunmenurut berbagai sumber
menyimpulkan bahwa distorsi terhadap fakta sejarah pada saat dark age. Ada semacam upaya penghapusan
jejak hasil peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan ilmuwan muslim yang pernah
menorehkan keilmuan yang begitu gemilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar